Friday 3 June 2016

[Review] Puncak Tertinggi, Cinta dan Pencarian Jati Diri

Judul                           : Altitude 3676 Tahta Mahameru
Penulis                         : Azzura Dayana
Penerbit                       : Indiva
Cetakan Pertama         : Juli 2013
Cetakana kedua          : Februari 2014
Halaman                      : 424 halaman
ISBN                           : 978-602-8277-92-1

Novel ini merupakan  novel dewasa terbaik IKAPI-IBF Award 2014. Sebuah buku yang memiliki keunikan tersendiri dalam pengambilan tema dan gaya bahasa dalam mengungkapkan cerita.

Menceritakan tentang Faras yang tanpa sengaja  mengenal Ikhsan di Ranu Pane, saat lelaki itu  yang melakukan pendakian di Gunung Semeru.  Perkenalan  yang sejatinya tidak dimulai dengan baik. Namun akhirnya membuat mereka cukup dekat. Dan dari perkenalan itulah, hanya bermodal sebuah e-mail Faras berani mengambil langkah untuk menapaki jejak Ikhsan yang dia khawatirkan akan memilih jalan yang salah.

Faras bukan bermaksud berburuk sangka, tapi Ikhasan pernah berkata padanya bahwa dia akan membalas dendam pada ayahnya. “Aku datang ke Semeru dengan membawa dendam yang berkobar dalam dadaku. Kalau saja tidak ada sesuatu yang merintangiku saat itu, aku  ayahku sudah berada di tanganku.” (hal.120)

Alasan itu  yang kemudian menuntun Faras untuk mencari Ikhasan.  Dia tidak ingin temannya salah langkah. Perjalanan Faras kemudian mempertemukannya dengan Mareta.  Tanpa sengaja Faras mendengar Mareta menyebut kata Monster yang kemudian membuat ingatan Faras tertumpu pada Ikhsan.

Faras dan Mareta kemudian pun menjadi teman seperjalanan. Meski awalnya kikuk lama-lama mereka mulai mengakrabkan diri.  Dari pertemuan mereka di Borobudur, mereka kemudian melanjutkan langkah ke Makassar. Tentu saja Faras melakukan itu berdasarkan e-mail yang diterimanya dari Ikhsan, setelah mengetahui kalau pada e-mail itu Faras melihat foto rumah Tongkonan, Toraja Sulawesi Selatan. Namun belakangan Faras tahu semua e-mail itu bukan dari Ikhsan.

Namun sesampainya di tempat tujuan, Faras tidak menemukan siapa yang dicari. Faras semakin khawatir. Ikhsan pernah bercerita tentang keluarganya dan karena masalah itulah yang kemudian membuat Ikhsan meninggalkan Tuhan. Dia tetap beragama tapi untuk kewajiban yang harus dilakukan, tak lagi pernah dikerjakan. Dan karena itu pula dendam kesumat mengakar di jiwanya.

Dalam kekalutan itu akhirnya Faras tahu, bahwa benar Ikhsan pernah di Tanjung Bira tapi sudah satu bulan yang lalu. (hal.223) Tidak bisa menemukan Ikhsan, Faras akhirnya memutuskan untuk kembali ke Ranu Pane.  Mareta yang akhirnya mengetahui alasan Faras mendekatinya  kini memutuskan untuk ke Ranu Pane. Alasan kenapa Faras berkenalan dengan Mareta adalah karena Faras curiga Mareta memiliki hubungan dengan Ikhsan yang ternyata memang begitu adanya. Namun  ada pula kenyataan lain tentang hubungan Mareta dan Ikhsan.

Hanya saja benarkan Faras mencari jejak Ikhsan hanya karena tentang persahabatan? Ini menjadi pertanyaan besar dalam benak saya. Lalu apakah pada akhirnya Faras dan Ikhsan bisa bertemu kembali?  Novel ini banyak sekali memberi kejutan-kejutan yang membuat pembaca tidak ingin berhenti membaca.

Gaya bahasa penulis yang memang renyah semakin menambah poin asyik novel ini. pemilihan sudut pandang dari Mareta, Ikhsan dan Faras secara bergantian menjadi benang merah yang cerita yang luar biasa. Belum lagi alur maju mundur yang membuat kisah semakin menarik.

Membaca novel ini selain menyelami kisah cerita yang unik, juga mengantarkan pembaca untuk ikut menikmati keindahan Ranu Pane dan  kota-kota lain yang menjadi setting cerita.  Kita seolah diajak ikut serta menjelajah juga mendaki gunung.

Keindahan Mahameru 
Danau Ranu Kumbolo
Tongkonan, Tana Toraja



Borobudur


Pantai Tanjung Bira
Ada juga pesan-pesan religi inspiratif  yang sangat menggugah.   Dari sebagian yang ada saya suka bagian ini, “Allah saja memaafkan hamba-Nya, seberapa  pun banyak dosa yang  diperbuat. Lalu  kenapa kita tidak  belajar memaafkan dari pencipta kita?” (hal. 303)  Quote ini mengajarkan untuk memelihara dendam dan menjadi seorang pemaaf.

Hanya pada bagian kutipan-kutipan tulisan Khalil Gibran, saya agak lola. Maklum bukan penggemar penulis kawakan itu. Tapi secara keseluruhan novel ini asyik dan segar. Pantaslah mendapat award.  Karena novel ini memiliki keunggulan dari segi tema, gaya bahasa, pemilihan pov dan alur.  Recomended buat dibaca.


Srobyong, 3 Juni 2016 

No comments:

Post a Comment