Saturday 30 March 2019

[Resensi] Pesan Tersirat dari Kisah Pembunuhan Berantai

Dimuat di Harian Singgalang, Minggu 31 Maret 2019 


Judul               : Katarsis
Penulis             : Anastasia Aemilia
Penerbit           : Gramedia
Tahun Terbit    : 2019
Tebal               : 261  halaman
ISBN               : 978-979-22-9466-8
Peresensi         : Ratnani Latifah.  Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Namun dalam masa pertumbuhan mereka, faktor lingkungan, keluarga dan berbagai faktor lainnya, akan memengaruhi sikap dan pola pikir anak.  Oleh sebab itu, pada perkembangannya nanti, anak memiliki  potensi menjadi orang baik atau buruk. Maka tidak salah jika kita harus berhati-hati dalam mendidik anak. 

“Manusia pada dasarnya, memiliki dua sisi. Tak ada yang dilahirkan bak malaikat suci. Seperti DNA, kedua sisi itu mengalir dalam darahmu, dan tak bisa kaupisahkan apalagi kauhilangkan dengan ramuan obat atau jampi-jampi apa pun.” (hal 75).

Mengambil tema keluarga dan kriminalitas, novel bergenre thriller psikologi ini sangat menarik untuk dibaca. Dengan gaya penyajian cerita yang lugas dan mudah dipahami, penulis berhasil menghidupkan kisah ini dengan apik dan menarik. Kita akan dibuat penasaran bagaimana dengan akhir kisah ini, sejak pertama kali kita membuka dan membaca  lembar novel ini. 

Katarsis—judul novel yang terkesan pendek dan sederhana—namun juga menjadi pemicu menarik rasa penasaran pembaca.  Dalam kbbi online, katarsis sendiri memiliki arti  (Psi) cara pengobatan orang yang berpenyakit saraf  dengan membiarkannya menuangkan segala isi hatinya dengan bebas; (Sas) kelelahan emosional setelah mengalami ketegangan dan pertikaian batin akibat suatu lakuan dramatis. Di mana judul ini mengacu pada tokoh cerita yang memiliki cara dalam mengobati jiwa mereka agar suci, baik dengan cara yang benar bahkan dengan cara yang ekstrim.

Menceritakan tentang Tara Johandi yang ditemukan dalam keadaan mengenaskan berada di kotak perkakas kayu, sedangkan semua keluarganya tewas; sepupunya—Moses, Bibinya—Sasi, dan ayahnya—Bara. Arif, pamannya ditemukan dalam keadaan tidak sadar. Tara menjadi saksi kunci dalam tragedi perampokan dan pembunuhan yang dilakukan  Martin Silado dan  Andita Pramani. Namun ternyata kasus tersebut,  tidak sesederhana yang dipikirkan polisi dan masyarakat.

Setelah dilakukan penyelidikan yang lebih mendalam, satu per satu petunjuk ditemukan. Akan tetapi dari petunjuk itu, banyak hal-hal yang terlihat ganjil dan membingungkan. Dari jarak kematian Moses dengan Sasi dan Bara, serta Arif yang tiba-tiba menghilang. Masalahnya selama proses penyelidikan, Tara belum bisa diminta keterangan. Pengalaman tragis itu  meninggalkan jejak trauma bagi Tara. Gadis itu seperti dikejar-kejar monster dan dihantui wewangian aroma mint  yang dia cium ketika dikurung di kotak perkakas kayu.

Oleh sebab itu dia mendapat perawatan intensif dari dokter Alfons, untuk menangai rasa traumanya juga untuk mengenal lebih dalam rahasia kelam apa yang disimpan gadis cantik berusia delapan belas tahun tersebut. Apakah dia memang hanya seorang korban atau dia menyimpan kebenaran yang tidak terduga.  Akan tetapi usahanya dokter Alfons tidak berjalan mulus. Kedatangan Ello, seorang teman di masa lalu Tara  mengacaukan segalanya.

Bersamaan dengan itu, tiba-tiba muncul pembunuhan berantai yang menggunakan kotak perkakas kayu  sebagai tempat menyimpan korban sebagaimana yang pernah dialami Tara.  Pembunuhan itu dilakukan dengan sangat rapi dan uniknya tidak ada tanda perlawanan atau pemaksaan.

Novel ini sangat menarik dan mendebarkan. Banyak kejutan yang disiapkan penulis dari awal sampai akhir. Membaca kisah ini kita akan dibuat bergidik ngeri dengan kekejaman pelaku yang sangat  bengis dan tidak berperasaan.  Secara keseluruhan dari gaya bercerita, konflik, penokohan dan alur cerita, semua dieksekusi oleh penulis dengan apik dan menarik.

Hanya saja untuk pemilihan sudut pandang Tara dan Ello yang sama-sama menggunakan sudut pandang orang pertama—aku—dan tidak ada ciri-ciri khusus, membuat saya agak kebingungan, ketika membaca bagian mereka—suka kebolak-balik.  Sedikit kekurangan yang saya rasakan ketika membaca novel  ini adalah perihal setting lokasi cerita yang digarap kurang detail, sehingga  masih terasa tempelan. Kemudian ada pula bagian yang terasa kurang,  yaitu perihal dari mana munculnya sikap psikopat Tara, yang tidak ada penjelasan  latar masalah yang  memengaruhinya.  Atau sikap dokter Alfons yang terlalu perhatian terhadap Tara.

Namun lepas dari kekurangan novel ini cukup menarik untuk dibaca. Maka pantas jika novel ini yang diterbitkan pertama kali tahun 2013, kini telah diterbitkan ulang dan juga sudah diterjemahkan dalam versi bahasa Inggris.  Novel ini mengajarkan bahwa pola asuh orangtua memiliki pengaruh yang cukup besar dalam sikap dan tingkah laku anak ketika dewasa.

Srobyong, 21 Maret 2019

2 comments: