![]() |
Dimuat di Kabar Madura, 30 Oktober 2019 |
Judul : Altitude 3159 Miquelli Penulis : Azzura Dayana Penerbit : Indiva Media Kreasi Cetakan : Pertama, September 2019 Tebal : 288 halaman ISBN : 978-602-495-252-5 Peresensi : Ratnani Latifah. Penulis dan penikmat
buku asal Jepara Hidup itu seperti jalur pendakian. Kadang mulus,
kadang juga penuh jalan terjal dan tantangan. Tinggal bagaimana kita
menyikapinya. Jika ingin sukses dan berhasil meraih puncaknya, kita harus siap
untuk terus bergerak dan berjuang.
Karena ketika kita memilih stagnan,
maka kita akan terus berada di jalur aman dan tidak akan berkembang, apalagi
sekadar mencicipi keberhasilan. Bisa dibilang novel ini sedikit banyak tidak jauh
berbeda dari dua novel sebelumnya—Altitude 3676; Tahta Mahameru atau Altitude 3088; Rengganis—di mana keduanya
sama-sama menawarkan tentang perjalanan pendakian. Namun jangan khwatir meski
mengusung tema yang serupa, kisah yang dihadirkan penulis ini sangat
berbeda. Apalagi dengan bumbu kisah
cinta yang tidak kalah seru dari pendakian itu sendiri. Novel terbaru karya
penulis asal Palembang ini, sangat menarik untuk kita baca. Membaca novel ini
selain kita bisa melihat dan menikmati asam manis perjuangan meraih cinta dan
meraih puncak Gunung Dempo, lewat kisah ini, kita juga bisa menemukan makna
kehidupan yang kadang sering kita lupakan. Fathan dan Hilda, sudah bersahabat sejak kecil.
Sejak dulu mereka selalu berada di sekolah yang sama, dan tinggal di daerah
yang sama. Namun perjalanan waktu, membuat kehidupan mereka berubah. Hilda yang
dulunya bak putri jelita, kini berubah menjadi gadis gunung yang tangguh dan
gemar bertualang. Tidak tanggung-tanggung Hilda bertualang mendaki satu gunung
ke gunung yang lain. Sebaliknya Fathan yang dulu dianggap dekil karena terlahir dari keluarga yang kurang mampu, kini tumbuh menjadi sosok yang elit yang sukses. Meski memiliki kegemaran yang sama dalam urusan traveling, tapi Fathan lebih mencintai keindahan bangunan-bangunan klasik nan megah di negara-negara yang dipenuhi bangunan tinggi dan gemerlap teknologi. Dalam kamusnya tidak ada enaknya pergi bersusah payah mendaki gunung. Namun janji lama yang pernah ia ucapkan pada Hilda serta kesadaran yang terlambat tentang perasaannya sendiri, menuntun Fathan untuk keluar dari zona nyaman yang selama ini ia nikmati. Fathan yang awam dan belum pernah sekalipun mendaki gunung, nekat ikut bergabung dengan tim Hilda, demi ingin mendapat perhatian gadis itu. Bersama Lukman sang ketua, Hilda, Doni, Zen dan juga
Rifhan, Fathan memulai babak baru dari perjalanan yang jauh dari kebiasannya.
Ia harus siap dengan trek-trek pendakian
di Gunung Dempo, yang bisa dibilang sangat mendebarkan. “Trek pendakian
termasuk cukup sulit, terjal, dipenuhi akar dan juga kadang bebatuan.
Hanya ada satu bonus yaitu ketika mendekati puncak pertama. Untuk membantu
memanjat trek, bisa berpegangan pada sisa batang pohon mati yang ada di kiri
kanan.” (hal 96). Secara keseluruhan novel ini sangat menarik dan
seru. Penulis berhasil menghadirkan ruh
petualangan yang benar-benar nyata. Membaca buku ini kita seperti ikut terlibat
langsung dalam perjalanan panjang dalam pendakian. Kita akan ikut merasakan
ketegangan, ketakutan juga kebahagiaan setiap kali para tokoh berhasil
menyelesaikan satu trek ke trek lainnya. Dengan gaya bertutur yang lugas dan mudah dipahami,
ia berhasil menyihir pembaca agar tidak berhenti sebelum menyelesaikan novel
ini. Dan sebagaimana novel sebelumnya untuk urusan setting lokasi, penulis yang juga memiliki kegemaran traveling,
berhasil menghadirkan latar cerita yang benar-benar hidup. Dan dipadukan dengan
alur campuran kita akan dibuat penasaran dengan bagaimana akhir kisah
perjalanan Fathan. Apalagi dengan kehadiran bidadari lain yang berhasil mencuri
perhatiannya. Membaca kisah ini kita akan menemukan banyak sekali
nilai-nilai kehidupan. Di antaranya kita diingatkan untuk selalu waspada dan
tidak sombong di mana pun kiat berada. “Tolong diingat untuk menjaga semangat, hindari
sifat egois dan sombong, banyak berzikir, tidak mengeluh selama pendakian.”
(hal 96-97). Kemudian melalui pendakian ini, kita diajarkan
tentang arti penting rasa syukur, setia kawan, saling tolong menolong,
menghormati lingkungan dan banyak lagi. Pendakian adalah satu cara untuk
memahami bahwa dalam hidup kita harus terus berjuang tak kenal lelah, jangan
mudah menyerah apalagi kalah, karena jika tidak kita tidak akan bisa
menyelesaikan masalah. Beberapa kekurangan yang ada tidak mengurangi keseruan
cerita. Srobyong, 11 Oktober 2019 |
No comments:
Post a Comment