[Pict by RL]
Judul : Hijrah Asmara
Penulis : Madun Anwar & Sukma
El-Qatrunnada
Penerbit : Loka Media
Cetakan : Pertama, Januaari 2019
Tebal : 213 halaman
ISBN : 978-602-5509-18-6
Tema cinta tidak pernah usang di makan waktu. Cinta
selalu menarik untuk dijadikan kisah-kisah—baik dalam versi buku, drama atau pun film. Karena disadari atau
tidak cinta itu memang salah satu kebutuhan dasar manusia. Cinta adalah fitrah yang dimiliki oleh setiap
insan. Maka tidak heran, meskipun sudah berkali-kali disajikan,
kisah percintaan tidak membuat
pembaca bosan. Apalagi kisah itu ditulis oleh orang-orang yang berbeda, yang sudah pasti memiliki takaran
tersendiri dalam mengolah ide dan mengembangkannya untuk menjadi sajian yang
apik, menarik dan unik.
Begitupun dengan novel “Hijrah Asmara”.
Meskipun menawarkan kisah dengan tema yang sudah umum di pakai para penulis,
kisah ini juga menawarkan sesuatu yang berbeda, sehingga
membuat kisah ini tetap memiliki sisi
menarik untuk dibaca.
Sebagai gadis remaja pada umumnya, Ara memiliki rasa
penasaran yang tinggi terhadap cinta. Apalagi saat ini, Ara merupakan mahasiswa semester tiga jurusan PGSD di salah
satu perguruan tinggi di Lombok. Ia merasa sudah cukup dewasa untuk menjalin
hubungan dengan lawan jenis. Karena itu ketika akhirnya ia jadian dengan Fatih,
Ara begitu bahagia. Apalagi perasaan suka pada Fatih memang sudah cukup lama ia
simpan sejak masa OSPEK dulu.
Ara tidak
memedulikan, bahwa sebenarnya ada larangan keras dari orangtuanya—khususnya
sang ayah—agar Ara tidak berpacaran sebelum menyelesaikan pendidikan
kuliahnya. Berbeda dengan sang ibu,
meski pun memberi izin, ibunya selalu mewanti-wanti Ara agar selalu bisa
menjaga diri dan tetap bertanggung jawab dengan kuliahnya. “Papa tidak mengizinkan aku pacaran sebelum
selesai kuliah. Sedangkan mama setuju asal ketika pacaran aku bisa menjaga
diri, dan nilai-nilai kuliahku tidak terganggu.” (hal 21).
Maka diam-diam di balik punggung ayahnya, Ara merangkai kisah cintanya dengan
Fatih. Mereka sering menghabiskan waktu
bersama, meski kebersamaan itu dibatasi oleh
tenggat waktu yang sejak awal sudah diputuskan Ara. Karena Ara memang
hanya boleh keluar sampai jam sepuluh
malam. Beruntung Fatih mau memahami berbagai aturan yang ditetapkan Ara pada
awal masa pacaran mereka. Di sanalah rasa cinta Ara terhadap Fatih semakin
tumbuh subur.
Namun sebuah hubungan tidak mungkin ada badai bukan?
Setelah sekian lama hubungan mereka nampak adem ayem dan berjalan lancar,
tiba-tiba Ara dikejutkan sebuah kabar yang tidak terduga. Siapa yang menyangka
bahwa Fatih yang selama ini ia kenal baik, ternyata tega berselingkuh di
belakangnya. Di sinilah Ara mulai dilema dan bimbang—antara harus percaya dan tidak percaya dengan
selentingan kabar itu. Bertepatan dengan kabar buruk itu, ia juga harus
mendapati murka ayahnya karena ia ketahuan pacaran serta nilai-nilai kuliahnya
turun.
“Kecewa. Hal yang memang terasa sakit. Bayangkan,
jika kamu percaya pada seseorang dan harapanmu sangat tinggi terhadapnya, tapi karena
ketidakmampuan seseorang itu atau bisa saja karena sebab lain, ia membuatmu
kecewa.” (hal 44).
Ara pun semakin terpuruk. Kepada Denia, sahabatnya
Ara mencoba bercerita. Namun siapa yang
menduga, ternyata Denia juga memihak ayahnya. Denia berharap Ara melupakan
Fatih dan mengikuti nasihat orangtuanya. Ara sungguh tidak habis pikir (hal
59). Di tengah konflik hidup yang tengah menerjang Ara, sebuah kejadian tanpa sengaja mempertemukan
Ara dengan Arum, gadis berjilbab yang mengelola Perpustaakan Canai bersama
kakaknya, Arman. Pertemuan itu ternyata menjadi suatu awal babak baru yang pada
akhirnya membuat Ara berani bersikap tegas.
Kisah apa yang tersimpan dalam pertemuan antara Ara
dan Arum? Dan bagaimana pula akhir kisah cinta Ara dengan Fatih? Benarkah Fatih
berselingkuh dan dengan siapa? Untuk kisah
selengkapnya bisa langsung membaca buku ini sendiri.
Secara keseluruhan novel ini cukup menarik untuk
dibaca. Dari segi tema, meski sudah
sering dieksekusi penulis lain, kisah ini tetap memiliki keunikan tersendiri. Dengan alur maju mundur novel ini mampu
menciptakan rasa penasaran bagi pembaca. Pemilihan sudut pandang dalam
bercerita, sedikit banyak membantu dalam membuat kisah ini lebih menarik. Untuk penokohan cerita pun sudah digarap dengan bagus oleh dua penulis ini. Mereka sukses membuat saya illfeel banget dengan salah satu tokoh dalam novel ini. Duch, kenapa "dia" plin-plan dan nggak bertanggung jawab banget, sih? Hehheh. Siapa tokohnya, cari sendiri ya. Nanti bisa spoiler.
Hanya saja untuk setting cerita, di sini
penulis belum cukup kuat dalam menampilkan Lombok secara lekat dan dekat. Padahal jika dieksekusi secara lebih mendalam, dan dibumbuni dengan adat atau budaya daerah setempat, maka novel ini akan jadi lebih bagus dan terasa kental dengan lokalitasnya. Meskipun ada upaya mengenalkan obyek wisata di Lombok--Gili Lawang dan Gilis Sulat dengan panorama yang
indah--sayangnya hal itu juga belum bisa dieksekusi penulis secara matang. Padahal jika penulis
bisa lebih mengekplore lagi perihal wisata tersebut, pastinya kisah akan lebih seru dan menarik.
[Pesona Gili Lawang, sumber : google]
[Pesona Gili Sulat. Sumber : Rully Adriani]
Dan untuk segi gaya bercerita, meski mudah dipahami,
namun kadang-kadang gaya bahasanya masih terasa kaku dan kurang lentur.
Misalnya dalam pemilihan kata oksigen, menurut hemat saya kata ini malah
jadi agak menganggu dan aneh. Kenapa
tidak menyebut udara saja? Saya rasa itu jauh lebih enak untuk
dibaca. Selain itu tampilan layout buku ini memang bagus, namun dari segi pemilihan huruf dalam pergantian
bab nove, hal itu malah membuat pembaca
tidak nyaman. Karena beberapa kata jadi sulit dibaca dan tidak jelas.
Ada pula satu bagian yang
terlihat tidak sinkron dalam menjelaskan usia tokoh. Pada halaman 107
dipaparkan Ara mendeskripsikan Arman setidaknya memiliki rentan usia dua tahun
dari dirinya. Namun pada halaman 110, Ara mendiskripsikan bahwa Arman memiliki
usia yang sama dengan dirinya.
Namun lepas dari
kekurangan yang ada, novel ini tetap seru dan menarik untuk dibaca. Bagi penikmat kisah romance bisa coba membaca novel ini. Novel ini selain mencoba mengangkat isu
pergaulan pada zaman sekarang, kisah ini juga berkisah tentang kisah
pencarian jati diri Ara. Di
mana kisah tentang pencarian jati
dari tokoh Ara, diceritakan dengan cukup rapi. Ara yang awalnya
egois namun lambat laun mulai berubah dan menjadi pribadi yang lebih
bijak. Ia yang dulunya masih bimbang dalam merangkai masa depan, kini ia telah memiliki
misi dan visi dalam hidupnya. Tidak
hanya itu, pertemuannya dengan Arum juga menjadi kunci penting dalam pola pikir
Ara dalam menilai kehidupan. Kehidupan Arum yang sangat berbeda, dari dirinya
yang sejak kecil serba kecukupan,
mengajarkan Ara untuk menjadi pribadi yang lebih bersyukur.
Membaca novel ini kita akan menemukan banyak
sekali nasihat serta motivasi hidup yang
menginspirasi. Di antaranya kita bisa belajar tentang pentingnya menjaga
pergaulan, kita juga bisa belajar untuk menjadi anak yang selalu mematuhi dan
menghormati orangtua, jangan membantah apalagi berani terhadap orangtua“Seorang
ibu pasti menginginkan hal baik pada anaknya. Apalagi, anaknya perempuan.”
(hal 43).
Di sini kita juga belajar bahwa cinta itu tidak
hanya dibangun dengan rasa, namun
harus dibentengi dengan saling
menghormati dan menghargai. “Saling menghargai adalah hal utama dalam
cinta.” (hal 20).
Kita juga harus memiliki cita-cita tinggi dan
memiliki kegigihan untuk mencoba sesuatu.
“Memulai itu sulit. Namun, jika tidak dimulai kita tidak pernah tahu
hasilnya.” (hal 200)
Ada pula nasihat untuk bijak dalam menghadapi
kesedihan. “Kesedihan itu tidak akan
berakhir jika kita sendiri tidak mengakhiri itu semua. Kehidupan itu tetap
berjalan. Jadi, perbaiki hidup dan berusaha tegar untuk menjalani hidup.” (hal
116).
Tidak ketinggalan, melalui novel ini penulis juga
mencoba menularkan minat baca dan literasi. Keren dan inspiratif banget cara yang dipaparkan penulis.
Salut dengan dua penulis ini. Tanpa adanya
tanggung jawab dan konsisten, tentunya mereka tidak akan berhasil menyelesaikan
naskah ini. Apalagi menyatukan dua kepala dalam satu ruang itu tidaklah mudah. Selamat membaca.
Srobyong, 14 September 2019
|
Sunday, 15 September 2019
[Resensi] Kisah Tentang Pencarian Jati Diri
Lokasi: Srobyong-Mlonggo
Srobyong, Mlonggo, Jepara Regency, Central Java, Indonesia
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment