Sunday 15 September 2019

[Resensi] Kisah Tentang Pencarian Jati Diri



[Pict by RL]

Judul               : Hijrah Asmara
Penulis             : Madun Anwar & Sukma El-Qatrunnada
Penerbit           : Loka Media
Cetakan           : Pertama, Januaari 2019
Tebal               : 213 halaman
ISBN               : 978-602-5509-18-6


Tema cinta tidak pernah usang di makan waktu. Cinta selalu menarik untuk dijadikan kisah-kisah—baik dalam versi buku,  drama atau pun film. Karena disadari atau tidak cinta itu memang salah satu kebutuhan dasar manusia.  Cinta adalah fitrah yang dimiliki oleh setiap insan. Maka tidak heran,   meskipun sudah berkali-kali  disajikan,  kisah percintaan  tidak membuat pembaca bosan. Apalagi kisah itu ditulis oleh orang-orang yang  berbeda, yang sudah pasti memiliki takaran tersendiri dalam mengolah ide dan mengembangkannya untuk menjadi sajian yang apik, menarik dan unik.

Begitupun dengan novel “Hijrah Asmara”. Meskipun menawarkan kisah dengan tema yang sudah umum di pakai para penulis, kisah ini  juga  menawarkan sesuatu yang berbeda, sehingga membuat kisah ini  tetap memiliki sisi menarik untuk dibaca.

Sebagai gadis remaja pada umumnya, Ara memiliki rasa penasaran yang tinggi terhadap cinta. Apalagi saat ini, Ara merupakan  mahasiswa semester tiga jurusan PGSD di salah satu perguruan tinggi di Lombok. Ia merasa sudah cukup dewasa untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Karena itu ketika akhirnya ia jadian dengan Fatih, Ara begitu bahagia. Apalagi perasaan suka pada Fatih memang sudah cukup lama ia simpan sejak masa OSPEK dulu.

Ara  tidak memedulikan, bahwa sebenarnya ada larangan keras dari orangtuanya—khususnya sang ayah—agar Ara tidak berpacaran sebelum menyelesaikan pendidikan kuliahnya.  Berbeda dengan sang ibu, meski pun memberi izin, ibunya selalu mewanti-wanti Ara agar selalu bisa menjaga diri dan tetap bertanggung jawab dengan kuliahnya.  “Papa tidak mengizinkan aku pacaran sebelum selesai kuliah. Sedangkan mama setuju asal ketika pacaran aku bisa menjaga diri, dan nilai-nilai kuliahku tidak terganggu.” (hal 21).

Maka diam-diam di balik punggung ayahnya,  Ara merangkai kisah cintanya dengan Fatih.  Mereka sering menghabiskan waktu bersama, meski kebersamaan itu dibatasi oleh  tenggat waktu yang sejak awal sudah diputuskan Ara. Karena Ara memang hanya  boleh keluar sampai jam sepuluh malam. Beruntung Fatih mau memahami berbagai aturan yang ditetapkan Ara pada awal masa pacaran mereka. Di sanalah rasa cinta Ara terhadap Fatih semakin tumbuh subur.

Namun sebuah hubungan tidak mungkin ada badai bukan? Setelah sekian lama hubungan mereka nampak adem ayem dan berjalan lancar, tiba-tiba Ara dikejutkan sebuah kabar yang tidak terduga. Siapa yang menyangka bahwa Fatih yang selama ini ia kenal baik, ternyata tega berselingkuh di belakangnya. Di sinilah  Ara mulai  dilema dan bimbang—antara  harus percaya dan tidak percaya dengan selentingan kabar itu. Bertepatan dengan kabar buruk itu, ia juga harus mendapati murka ayahnya karena ia ketahuan pacaran serta nilai-nilai kuliahnya turun.

“Kecewa. Hal yang memang terasa sakit. Bayangkan, jika kamu percaya pada seseorang dan harapanmu sangat tinggi terhadapnya, tapi karena ketidakmampuan seseorang itu atau bisa saja karena sebab lain, ia membuatmu kecewa.” (hal 44).

Ara pun semakin terpuruk. Kepada Denia, sahabatnya Ara mencoba bercerita. Namun  siapa yang menduga, ternyata Denia juga memihak ayahnya. Denia berharap Ara melupakan Fatih dan mengikuti nasihat orangtuanya. Ara sungguh tidak habis pikir (hal 59). Di tengah konflik hidup yang tengah menerjang Ara,  sebuah kejadian tanpa sengaja mempertemukan Ara dengan Arum, gadis berjilbab yang mengelola Perpustaakan Canai bersama kakaknya, Arman. Pertemuan itu ternyata menjadi suatu awal babak baru yang pada akhirnya membuat Ara berani bersikap tegas.

Kisah apa yang tersimpan dalam pertemuan antara Ara dan Arum? Dan bagaimana pula akhir kisah cinta Ara dengan Fatih? Benarkah Fatih berselingkuh dan dengan siapa?  Untuk kisah selengkapnya bisa langsung membaca buku ini sendiri.

Secara keseluruhan novel ini cukup menarik untuk dibaca.  Dari segi tema, meski sudah sering dieksekusi penulis lain, kisah ini tetap memiliki keunikan tersendiri.  Dengan alur maju mundur novel ini mampu menciptakan rasa penasaran bagi pembaca. Pemilihan sudut pandang dalam bercerita, sedikit banyak membantu dalam membuat kisah ini lebih menarik. Untuk penokohan cerita pun sudah digarap dengan bagus oleh dua penulis ini. Mereka sukses membuat saya illfeel banget dengan salah satu tokoh dalam novel ini. Duch, kenapa "dia" plin-plan dan nggak bertanggung jawab banget, sih? Hehheh. Siapa tokohnya, cari sendiri ya. Nanti bisa spoiler.   

  
Hanya saja untuk setting cerita, di sini penulis belum cukup kuat dalam menampilkan Lombok secara lekat dan dekat. Padahal jika dieksekusi secara lebih mendalam, dan dibumbuni dengan adat atau budaya daerah setempat, maka novel ini akan jadi lebih bagus dan terasa kental dengan lokalitasnya.  Meskipun ada upaya mengenalkan obyek wisata di Lombok--Gili Lawang  dan Gilis Sulat dengan panorama yang indah--sayangnya hal itu juga  belum bisa dieksekusi  penulis secara matang. Padahal jika penulis bisa lebih mengekplore lagi perihal wisata tersebut, pastinya  kisah akan lebih seru dan menarik.


 [Pesona Gili Lawang, sumber : google]

[Pesona Gili Sulat. Sumber :  Rully Adriani

Dan untuk segi gaya bercerita, meski mudah dipahami, namun kadang-kadang gaya bahasanya masih terasa kaku dan kurang lentur. Misalnya dalam pemilihan kata oksigen, menurut hemat saya kata ini malah jadi agak menganggu dan aneh. Kenapa tidak menyebut udara saja? Saya rasa itu jauh lebih enak untuk dibaca.  Selain itu tampilan layout buku ini memang bagus, namun dari segi pemilihan huruf dalam pergantian bab nove,  hal itu malah membuat pembaca tidak nyaman. Karena beberapa kata jadi sulit dibaca dan tidak jelas.

Ada pula satu bagian yang terlihat tidak sinkron dalam menjelaskan usia tokoh. Pada halaman 107 dipaparkan Ara mendeskripsikan Arman setidaknya memiliki rentan usia dua tahun dari dirinya. Namun pada halaman 110, Ara mendiskripsikan bahwa Arman memiliki usia yang sama dengan dirinya.

Namun lepas dari kekurangan yang ada, novel ini tetap seru dan menarik untuk dibaca. Bagi penikmat kisah romance  bisa coba membaca novel ini.  Novel  ini selain mencoba mengangkat isu pergaulan  pada zaman sekarang,  kisah ini juga berkisah tentang kisah pencarian jati diri Ara.  Di mana kisah  tentang pencarian jati dari  tokoh Ara, diceritakan  dengan cukup rapi. Ara yang  awalnya  egois namun lambat laun mulai berubah dan menjadi pribadi yang lebih bijak. Ia yang dulunya masih bimbang dalam merangkai masa depan, kini ia telah memiliki misi dan visi dalam hidupnya.  Tidak hanya itu, pertemuannya dengan Arum juga menjadi kunci penting dalam pola pikir Ara dalam menilai kehidupan. Kehidupan Arum yang sangat berbeda, dari dirinya yang sejak kecil  serba kecukupan, mengajarkan Ara untuk menjadi pribadi yang lebih bersyukur.

Membaca novel ini kita akan menemukan banyak sekali  nasihat serta motivasi hidup yang menginspirasi. Di antaranya kita bisa belajar tentang pentingnya menjaga pergaulan,  kita juga bisa belajar untuk menjadi anak yang selalu mematuhi dan menghormati orangtua, jangan membantah apalagi berani terhadap orangtua“Seorang ibu pasti menginginkan hal baik pada anaknya. Apalagi, anaknya perempuan.” (hal 43).  


Di sini kita juga belajar bahwa cinta itu tidak hanya dibangun dengan rasa, namun  harus  dibentengi dengan saling menghormati dan menghargai. “Saling menghargai adalah hal utama dalam cinta.” (hal 20).


Kita juga harus memiliki cita-cita tinggi dan memiliki kegigihan untuk mencoba sesuatu.  “Memulai itu sulit. Namun, jika tidak dimulai kita tidak pernah tahu hasilnya.” (hal 200)


Ada pula nasihat untuk bijak dalam menghadapi kesedihan. “Kesedihan  itu tidak akan berakhir jika kita sendiri tidak mengakhiri itu semua. Kehidupan itu tetap berjalan. Jadi, perbaiki hidup dan berusaha tegar untuk menjalani hidup.” (hal 116).


Tidak ketinggalan, melalui novel ini penulis juga mencoba menularkan minat baca dan literasi. Keren dan inspiratif banget cara yang dipaparkan penulis. 

Salut dengan dua penulis ini. Tanpa adanya tanggung jawab dan konsisten, tentunya mereka tidak akan berhasil menyelesaikan naskah ini. Apalagi menyatukan dua kepala dalam satu ruang itu tidaklah mudah. Selamat membaca. 

Srobyong, 14 September  2019
  

Alhamdulillah bisa menjadi salah satu pemenang dalam lomba Resensi "Hijrah Asmara" yang diadakan Loka Media. 

No comments:

Post a Comment