Judul: Mendengarkan dengan Hati: Menciptakan Hubungan yang Tulus dan Saling Percaya
Penulis: Patrick King
Terjemah: Susi Purwoko
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Pertama, 2024
ISBN: 978-602-06-7653-1
"Tanpa hati, seseorang tidak bisa terhubung di tingkat pribadi dan manusiawi yang mendalam."
(hal. 42)
Salah satu cara agar komunikasi berjalan lancar, agar komunikasi yang kita bangun dengan siapa pun tidak membuat seseorang merasa diabaikan adalah dengan menjadi pendengar yang baik. Ketika kita dapat menjadi pendengar yang baik saat berkomunikasi dengan siapa pun, maka kita dapat membangun hubungan yang harmonis dan menyenangkan dengan siapa pun.
Masalahnya bagaimana agar kita dapat menjadi pendengar yang baik dalam berkomunikasi? Bagaimana agar kita tidak hanya sekedar mendengarkan, tetapi juga dapat merasakan emosi dan berempati pada teman bicara kita? Buku ini dapat menjadi bacaan yang akan membantu kita untuk belajar seni mendengarkan dengan hati.
Melalui buku ini kita jadi paham bahwa mendengarkan adalah inti komunikasi yang benar, dan komunikasi yang benar adalah inti setiap hubungan yang bermakna yang dapat kita miliki dengan orang lain. Karena itulah belajar mendengarkan untuk membangun komunikasi yang baik sangat dianjurkan.
Dan melalui buku ini kita diingatkan bahwa menjadi pendengar yang baik itu bukanlah sikap sosial yang mewah, atau sesuatu yang harus kita lakukan demi orang lain, tetapi menjadi pendengar yang baik akan bermanfaat untuk diri sendiri juga untuk orang-orang di sekitar kita.
Kita mungkin pernah mengalami saat berkomunikasi dengan pasangan, teman atau siapa pun, mereka seolah mendengarkan tetapi faktanya mereka tidak mendengarkan secara mendalam. Sehingga kita merasa diabaikan dan diam-diam terluka.
Pada kesempatan lain ketika kita menceritakan sesuatu pada teman, tetapi teman kita itu meskipun mendengarkan, tetapi tangannya sibuk dengan gawai. Pada saat itu rasanya pasti tidak menyenangkan, bukan?
Begitu pula ketika kita yang posisinya sebagai pendengar tetapi kita hanya mendengarkan secara sekilas, lalu dengan santainya memberikan masukan menurut sudut pandang kita sendiri, tanpa memikirkan emosi atau perasaan teman bicara kita. Ia yang bercerita mungkin merasa tidak puas. Bisa jadi ia sebenarnya tidak ingin mendengarkan solusi, tetapi hanya ingin didengar. Jadi runyam, kan, kalau kita tidak dapat memahami lawan bicara.
Di dalam buku ini dijelaskan ada empat gaya komunikasi yang sebaiknya kita pelajari untuk membangun komunikasi yang baik, berdasarkan pilihan, kepribadian dan tujuan seseorang berbincang. Di antaranya gaya "berorientasi pada orang" gaya mendengarkan yang memberi perhatian pada orang sebagai suatu keutuhan beserta perasaan-perasaannya. (hal. 36)
Dari empat gaya tersebut agar kita dapat menjadi pendengar yang baik, maka kita dapat membingkai dan menggunakan pendekatan hati. Orang-orang yang melakukan pendekatan hati, biasanya terlebih dahulu mementingkan konten emosional, dan berusaha terhubung. Mereka biasanya mementingkan motivasi, nilai, perasaan dan penghargaan.
Dan agar kita dapat menerapkan seni mendengarkan dengan hati, maka sebaiknya kita dapat memahami lima tingkatan mendengarkan. Apakah kita orang yang mendengarkan dengan acuh, pura-pura mendengarkan, memilih apa yang didengarkan, mendengarkan dengan perhatian, dan mendengarkan dengan empati.
Selanjutnya tidak kalah penting kita juga harus belajar memvalidasi apa yang dibicarakan lawan bicara kita. Validasi adalah salah satu praktik memberi dan menerima dalam komunikasi sebagai upaya membangun sikap saling menghormati antara dua orang.
Secara keseluruhan buku ini sangat menarik. Masih banyak penjelasan lain yang dipaparkan penulis terkait cara menjadi pendengar yang baik; mendengarkan dengan hati. Dipaparkan dengan gaya bahasa yang sederhana dan tidak membingungkan, buku ini sangat menarik untuk kita kaji secara mendalam.
Melalui buku ini kita mendapatkan banyak sekali pemahaman baru terkait cara berkomunikasi, di antaranya:
1. Cara menjadi pendengar yang baik yang mendengarkan dengan hati.
2. Cara membangun hubungan harmonis antara sesama.
3. Cara menciptakan hubungan dan komunikasi yang tulus.
4. Bagaimana cara memberikan validasi pada teman yang berkomunikasi dengan kita.
5. Mengetahui tipe komunikasi seperti apa yang kita miliki, apakah tipe yang narsis atau menjadi pendengar yang baik?
Penting untuk kita pahami
"Komunikator yang baik cenderung lebih sedikit bicara dibandingkan komunikator yang buruk."
(hal. 16)
"Anda akan menjadi orang yang pandai bercakap-cakap dengan menjadi rendah hati, ramah, dan ingin tahu tentang betapa menariknya orang lain."
(hal. 17)
"Menjadi komunikator yang empatetik adalah menjadi pribadi yang matang secara emosional dan nyaman dengan emosi-emosi, apa pun emosi itu."
(hal. 98-99)
No comments:
Post a Comment