Sunday, 22 December 2024

Resensi Buku Mendengarkan dengan Hati


Judul: Mendengarkan dengan Hati: Menciptakan Hubungan yang Tulus dan Saling Percaya 

Penulis: Patrick King 

Terjemah: Susi Purwoko

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama 

Cetakan:  Pertama, 2024

ISBN: 978-602-06-7653-1


"Tanpa hati, seseorang tidak bisa terhubung di tingkat pribadi dan manusiawi yang mendalam."

(hal. 42)


Salah satu cara agar komunikasi berjalan lancar, agar komunikasi yang kita bangun dengan  siapa pun tidak membuat seseorang  merasa diabaikan adalah dengan menjadi pendengar yang baik. Ketika  kita dapat menjadi pendengar yang baik  saat berkomunikasi dengan siapa pun, maka kita  dapat membangun hubungan yang harmonis dan menyenangkan dengan siapa pun. 


Masalahnya bagaimana agar kita dapat menjadi pendengar yang baik dalam berkomunikasi? Bagaimana  agar kita tidak hanya sekedar mendengarkan, tetapi juga dapat merasakan emosi dan berempati pada teman bicara kita?  Buku ini dapat menjadi bacaan yang akan membantu kita untuk belajar seni mendengarkan dengan hati.


Melalui buku ini kita jadi paham bahwa mendengarkan adalah inti komunikasi yang benar, dan komunikasi yang benar adalah inti setiap hubungan  yang bermakna yang dapat kita miliki dengan orang lain. Karena itulah belajar mendengarkan untuk membangun komunikasi yang baik sangat dianjurkan.


Dan melalui buku ini kita diingatkan bahwa menjadi pendengar yang baik itu bukanlah sikap sosial yang mewah, atau sesuatu yang harus kita lakukan demi  orang lain, tetapi menjadi pendengar yang baik akan bermanfaat untuk diri sendiri juga untuk orang-orang di sekitar kita. 


Kita mungkin pernah mengalami saat berkomunikasi dengan pasangan, teman atau siapa pun, mereka seolah mendengarkan tetapi faktanya mereka tidak  mendengarkan secara mendalam. Sehingga kita merasa diabaikan dan diam-diam terluka.



Pada kesempatan lain ketika kita menceritakan sesuatu pada teman, tetapi teman kita itu meskipun mendengarkan, tetapi tangannya sibuk dengan gawai. Pada saat itu rasanya pasti tidak menyenangkan, bukan? 



Begitu pula ketika kita yang posisinya sebagai pendengar tetapi kita hanya mendengarkan secara sekilas,  lalu dengan santainya memberikan masukan menurut sudut pandang kita sendiri, tanpa memikirkan emosi atau perasaan teman bicara kita. Ia yang bercerita mungkin merasa tidak puas. Bisa jadi ia sebenarnya tidak ingin mendengarkan solusi, tetapi hanya ingin didengar. Jadi runyam, kan, kalau kita tidak dapat memahami lawan bicara.


Di dalam buku ini dijelaskan ada empat gaya komunikasi yang sebaiknya kita pelajari untuk membangun komunikasi yang baik, berdasarkan pilihan, kepribadian dan tujuan seseorang berbincang. Di antaranya  gaya "berorientasi pada orang" gaya mendengarkan yang memberi perhatian pada orang sebagai suatu keutuhan beserta perasaan-perasaannya.  (hal. 36)


Dari empat gaya tersebut agar kita dapat menjadi pendengar yang baik, maka kita dapat membingkai dan menggunakan pendekatan hati. Orang-orang yang melakukan pendekatan hati, biasanya terlebih dahulu mementingkan konten emosional, dan berusaha terhubung. Mereka biasanya mementingkan motivasi, nilai, perasaan dan penghargaan.


Dan agar kita dapat menerapkan seni  mendengarkan dengan hati, maka sebaiknya kita dapat memahami lima tingkatan mendengarkan. Apakah kita orang yang mendengarkan dengan acuh, pura-pura mendengarkan, memilih apa yang didengarkan, mendengarkan dengan perhatian, dan mendengarkan dengan empati.


Selanjutnya tidak kalah penting kita juga harus belajar memvalidasi apa yang dibicarakan lawan bicara kita. Validasi adalah salah satu praktik memberi dan menerima dalam komunikasi sebagai upaya membangun sikap saling menghormati antara dua orang.

 

Secara keseluruhan buku ini sangat menarik. Masih banyak penjelasan lain yang dipaparkan penulis terkait cara menjadi pendengar yang baik; mendengarkan dengan hati. Dipaparkan dengan gaya bahasa yang sederhana  dan tidak membingungkan, buku ini sangat menarik untuk kita kaji secara mendalam. 


Melalui buku ini kita mendapatkan banyak sekali pemahaman baru terkait cara berkomunikasi, di antaranya: 

1. Cara menjadi pendengar yang baik yang mendengarkan dengan hati.

2. Cara membangun hubungan harmonis antara sesama.

3. Cara menciptakan hubungan dan komunikasi yang tulus.

4. Bagaimana cara memberikan validasi pada teman yang berkomunikasi dengan kita.

5. Mengetahui tipe komunikasi seperti apa yang kita miliki, apakah tipe yang narsis atau menjadi pendengar yang baik? 


Penting untuk kita pahami 


"Komunikator yang baik cenderung lebih sedikit bicara dibandingkan komunikator yang buruk." 

(hal. 16)


"Anda akan menjadi orang yang pandai bercakap-cakap dengan menjadi rendah hati, ramah, dan ingin tahu tentang betapa menariknya orang lain." 

(hal. 17)


"Menjadi komunikator yang empatetik adalah menjadi pribadi yang matang secara emosional dan nyaman dengan emosi-emosi, apa pun emosi itu."

(hal. 98-99)


Saturday, 14 December 2024

Resensi - Buku What Happened to You? -Dampak Trauma Masa Kecil dan Cara Pemulihannya

 


-Dampak Trauma Masa Kecil dan Cara Pemulihannya.

 

Judul: What Happened to You: Memahami dan Menyembuhkan Trauma Masa Kecil 

Penulis: Bruce D. Perry dan Oprah Winfrey

Penerjemah: Donna Widjajanto 

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Cetakan: Kedua, Maret 2024

ISBN: 978-602-06-7154-3


"Apa yang terjadi padamu?" 


Itulah pertanyaan yang sering diajukan Dr.  Perry seorang psikiater, juga seorang pakar otak dan trauma, asal Amerika pada pasiennya. Menurutnya menggunakan pertanyaan tersebut dapat membuatnya lebih dekat dengan pasien, lebih  memahami  emosi mereka, lebih memahami keadaan mereka dan lebih diterima oleh mereka, dibandingkan menggunakan pertanyaan terkait apa yang salah dengan diri seseorang. 


"Apa yang salah dengan dirimu?"


Mengambil tema yang saat ini banyak dibicarakan yaitu tentang inner child dan trauma masa kecil, buku sangat menarik untuk disimak. Apalagi buku ini disajikan dengan cara yang tidak biasa. Membaca buku ini akan membuat kita menemukan banyak sekali insight baru terkait cara memahami diri dan menyembuhkan diri dari trauma masa kecil.


Buku ini disajikan dalam bentuk percakapan antara Dr. Perry dengan Oprah Winfrey  terkait berbagai masalah tentang trauma masa kecil dan rasa sakit yang pernah merasa rasakan. Melalui percakapan tersebut kita akan diajak  menyelami berbagai keadaan dan kejadian yang pada dasarnya dapat memengaruhi kehidupan kita. Kita diajak mengetahui bagaimana dampak berbagai pola asuh yang kita  alami, rasa sakit akibat ketidakberdayaan, perasaan  sepi karena ditinggalkan, trauma masa lalu yang sulit didamaikan, serta bagaimana untuk sembuh.

Intip daftar isinya dulu, ya.





Membaca buku ini kita seperti diajak untuk melihat kembali ke lorong waktu, melihat diri kita di masa lalu, dan menatap diri ini di masa sekarang.  Kita disadarkan bahwa alasan mengapa kejadian masa lalu seolah masih melekat hingga sekarang, dan kita diajak menemukan cara untuk pulih.



"Pengalaman-pengalaman paling awal memiliki pengaruh paling besar karena saat itulah otak berkembang paling pesat." 

(hal. 14).


Awal masa kehidupan anak, otak mereka berkembang dengan sangat cepat. Saat itu mereka mungkin tampak tidak memahami keadaan yang ada di sekelilingnya. Padahal anak kecil adalah sosok yang sensitif yang dapat menyadari dan memahami bagaimana ia diperlakukan oleh orang lain. 


Ketika anak tumbuh dalam pola asuh yang baik, ia akan merasa aman dan tenang.


Sebaliknya jika ia tumbuh dalam pola asuh yang banyak teriak dan amukan, ia akan tumbuh dengan rasa takut dan tertekan.






"Bagaimana kita dicintai memberitahu cara jaringan saraf penting kita terbentuk, terutama jaringan-jaringan ini regulasi diri." 

(hal.75)


Sedangkan kekacauan dan ketidakterdugaan pengasuhan memengaruhi perkembangan sistem respon stres anak sehingga menjadi tersensitisasi (hal 82).




Secara keseluruhan buku ini sangat menarik dan inspiratif. Dalam percakapan tersebut penulis juga menyertakan kisah-kisah nyata dengan pembahasan, menunjukkan tentang bagaimana trauma itu tumbuh dalam diri seorang dan bagaimana proses pemulihannya. Termasuk kisah Oprah sendiri yang juga mengalami masa kecil yang pahit, penuh luka dan trauma. 


Pesan-pesan yang saya tangkap setelah membaca ini di antara:

1. Pola asuh memiliki pengaruh besar dalam memberikan dampak memori pada anak. Ketika kita diasuh dengan kasih sayang, kita akan tumbuh dengan jiwa yang penyayang. 


Sebaliknya ketika kita diasuh dengan kekerasan, kemarahan dan pengabaian, kita dapat tumbuh dengan rasa trauma dan ketakutan.


"Saya menyadari pengabaian sama beracunnya dengan trauma." 

(Dr. Perry, hal. 179)


2. Anak dapat merekam dengan baik terhadap pengalaman pertama mereka ketika bertumbuh. Karena itulah isilah tangki pertumbuhannya dengan kasih sayang, kepedulian dan penerimaan.


3. Ada beberapa faktor yang dapat membuat seorang anak mengalami stres dan trauma, di antaranya mengalami kejadian tidak terduga yang menyakitkan, ekstrem dan berkepanjangan.


4. Setiap kita mungkin memiliki trauma mas lalu, memiliki luka di masa kecil, tetapi kita dapat pulih ketika mau berproses untuk memperbaiki diri dan sembuh.


5. Agar kita dapat berdamai dengan trauma masa kecil, maka kita harus mengetahui akar masalahnya terlebih dahulu.


6. Agar kita dapat memberikan pola asuh terbaik pada anak,  salah satunya tidak menempatkan mereka di depan layar, tapi berbicara dengan mereka.


Masih banyak pengalaman menarik yang akan kita temukan ketika membaca buku ini. Di mana selama membacanya kita akan terdiam, mengangguk setuju dan termotivasi untuk sembuh. 

Beberapa quotes yang menghangatkan hati


"Trauma dan kesulitan, di satu sisi, adalah karunia. Apa yang akan kita lakukan dengan ini akan berbeda antara satu orang dengan orang lainnya."

 (Dr. Perry. 342)


"Kita harus memiliki keberanian untuk mengorek lukanya dan mulai menyembuhkan diri sendiri."

 (hal. 344)