Tuesday 13 April 2021

Mengubah Mindset Agar Lebih Berani dan Bahagia

 

Sumber gambar : pinterest, edit by photogrid.

            Masa pandemi merupakan  masa yang penuh kejutan juga penuh cerita. Karena di masa ini kita dituntut untuk beradaptasi dalam segala hal. Dari harus memakai masker, menjaga jarak, menjaga daya tahan tubuh, serta siap melakukan aktivitas secara terbatas. Artinya kita tidak dapat pergi ke berbagai tempat sesuka hati. Bahkan untuk bekerja pun dilakukan dari rumah.

            Kita harus mulai terbiasa dengan kehidupan baru, tersebut. Kita tidak dapat protes, karena dunia tengah terguncang karena pandemi. Untuk waktu yang tidak terbatas kita diharapkan untuk menghindari kerumunan. Masa-masa bebas seperti  dulu, tentu akan menjadi masa yang akan kita rindukan. Berkumpul dengan teman-teman, bebas mengunjungi toko buku, berlibur, bersekolah dan kegiatn lainnya.

Bagi saya sendiri, masa pandemi adalah masa penuh tantangan. Selain harus mulai beradaptasi dengan kebiasan baru, pada saat itu, Allah tengah memberikan anugerah yang luar biasa di rahim saya. Kebahagiaan dalam menjaga kesehatan dan mempersiapkan segala keperluan di masa kehamilan pun menjadi tumpang tindih dengan berbagai kekhawatiran karena pandemi.

            Jujur saat itu saya merasa takut dan kalut. Berbagai pertanyaan menggema di kepala. Mengingat sejak adanya pandemi cara pemeriksan—baik di bidan, klinik atau rumah sakit mulai berubah.  Belum lagi proses persalinan konon katanya dipersulit. Di mana   saya melihat dan mendengar  dari tetangga serta saudara yang kebetulan mengalaminya sendiri. Misalnya saja pengalaman tetangga saya. Meski ia seorang petugas medis, ketika ia reaktif terhadap virus corona, ia mendapat perlakuan yang kurang baik dari salah satu rumah sakit besar di daerah saya.   

Ada juga sepupunya saya. Ia sempat divonis harus melalukan cesar, karena masalah pertumbuhan bayi. Sepupu saya meski kaget dan terkejut tetap menyiapkan diri dan menjalani periksaan sesuai prosedur dokter kandungan. Namun, ketika hasil tes rapid telah keluar, dan ia reaktif, perlakuan dokter yang mulanya baik pun berubah. Bahkan dalam menangani  konsultasi sang dokter menjawab via telepon. Dan sepupu saya sempat dioper ke sana ke mari untuk melakukan operasi cesar.  Astagfirullah hal adzim, perasaan saya semakin tidak menentu.

Beruntung saya memiliki buku-buku gramedia, yang sedikit banyak membantu saya dalam memahami tentang masalah kandungan juga membuat pikiran saya lebih rileks. Andai saya tidak menyalurkan kekhwatiran saya pada hal-hal lain, tentu ketakutan saya akan berdampak pada kehamilan saya, dapat membuat depresi hingga keguguran. Padahal sudah cukup lama saya menanti kehadiran buah hati setelah mengalami miskram.

Buku “9 Bulan Menjalani Kehamilan dan Persalinan yang Sehat” karya  dr. Irfan  Rahmatullah, Sp.OG dan dr. Nurcholid Umam Kurniawa, M.So.Sc, benar-benar membantu saya selama masa kehamilan. Buku ini dapat menjawab berbagai pertanyaan seputar kehamilan dan persalinan dengan detail. Bahkan tentang hal-hal yang mungkin tidak akan dijelaskan oleh dokter kandungan atau pun bidan. Melalui buku tersebut saya dapat mengetahui  bagaimana perkembangan bayi dalan kandungan,  rumus dalama mengetahui perkiraan jenis kelamin dalam kandungan, mamahami hal-hal dasar dalam kehamilan, bagaimana menjalani pola hidup sehat, masalah persalinan dan apa saja yang perlu disiapkan, masalah nifas dan banyak lagi.

Sumber gambar : Ratnani Latifah

Selain buku ini  saya juga sangat terbantu dengan membaca buku “Chiken Soup fot for the Soul; Think Positive” karya Jack Canfield, Mark Victor Hansen dan Amy Newmark. Melalui buku ini saya banyak menemukan nilai-nilai positif dalam kehidupan. Apa pun masalah yang kita hadapi, ketakutan yang  datang silih berganti, dapat diatasi jika kita selalu berpikis positif dan selalu bersyukur dengan apa pun kondisi kita.

Sumber gambar : Ratnani Latifah 


Jujur saja ketika pandemi datang, banyak ketakutan yang mulai meneror isi kepala saya. Banyak pertanyaan bagaimana ... bagaimana yang menggema di kepala. Bagaimana kalau nanti virus covid-19 menyerang saya atau keluarga? Apalagi saat itu, adik saya posisinya tengah merantau di Jakarta dan Semarang—di mana dua kota tersebut cukup banyak yang terpapar covid.

Tidak hanya ketakutan soal masalah covid, saya pun merasa cemas dengan keadaan janin juga bagaimana proses melahirkan kelak. Karena jujur saja sejak pandemi menyerang, proses medis di daerah saya entah kenapa menjadi sangat sulit. Banyak cerita tentang ibu hamil yang terlantar karena kurang sigapnya penangananan dari tim medis. Ada ibu hamil yang sudah dirujuk ke rumah sakit, tetapi di sana tidak dirawat dan malah pulang. Ada pula ibu hamil yang karena tidak segera ditangani, ia melahirkan di lorong rumah sakit. Astagfirullah hal adzim... hati saya begitu miris setiap kali mendengar berita-berita semacam itu.

Siapa yang tidak takut dan merasa cemas ketika posisi saya sendiri hampir sama dengan mereka? Ya Allah, rasanya sungguh nano-nano. Maka buku “Chiken Soup fot for the Soul; Think Positive” sangat membantu saya untuk belajar memiliki pikiran yang lebih positif.

Ada dua quote yang saya sukai ketika membaca buku ini.

Pertama, “Ubahlah pikiran, maka kita akan mengubah dunia kita.” quote ini seolah berpesan, agar saya selalu memiliki mindset yang baik.

Kedua, “Pikiran positif apa pun akan lebih baik daripada pikiran negatif.” Sedangkan quote ini secara terbuka mengingatkan tentang pentingnya selalu berpikir positif dalam keadaan apa pun.

Melalui buku ini saya juga belajar untuk mengurangi ketakutan dengan mengalihkannya pada kegiatan lain yang lebih bermanfaat. Saya pun memilih tenggelam dalam dunia buku dan menulis. Karena memang itulah dua dunia yang saya geluti. Membaca adalah candu yang tidak tergantikan. Karena bagi saya dengan membaca gerbang pengetahuan akan terbuka lebar, kegelapan akan mendapat sinar dan jiwa yang kerontang akan mekar.

Alhamdulillah di masa pandemi saya berhasil mengkhatamkan banyak buku terbitan gramedia. Buku-buku itu menjadi teman yang begitu menyenangkan dan sedikit banyak membuat saya lupa akan berbagai kekhawatiran yang terus bergelantung di dada.

Begitu pula dalam menulis. Terapi menulis cukup membuat fokus saya teralihkan. Meski di sini, saya pun harus menghadapi tantangan baru. Mengapa? Karena dunia tulis menulis pun mendapat dampak yang cukup signifikan dari adanya pandemi.  Salah satunya cukup banyak media yang mulai tumbang. Tidak hanya itu banyak penerbit yang mulai menunda menerbitkan buku cetak akibat imbas pandemi.

Beruntung ada buku “Jangan Mudah Menyerah; Kumpulan Inspiratif dari Jack Ma, Pendiri Alibaba” yang disunting Suk Lee & Bob Song dan buku “The Path Made Clear” karya  Oprah Winfrey. Meski kedua buku ini tidak membahas tentang motivasi menulis, tetapi kedua buku ini banyak memberikan energi positif bagi saya untuk tetap teguh dalam dunia tulis menulis. Kedua buku ini mengajarkan banyak hal agar saya tidak mudah menyerah karena keadaan. Saya belajar tentang pentingnya menjalani dan nikmati setiap proses yang kreatif dalam menulis. Saya juga belajar untuk menentukan tujuan hidup dan  berusaha yang terbaik untuk  meraihnya.

Sumber gambar : Ratnani Latifah 

Dalam dialog dengan Kazuo Inamori, pada 28 Oktober 2008, Jack Ma pernah berkata, “Saya bukan orang yang paling berbakat. Penampilan, kemampuan, dan pendidikan saya jauh dari yang terbaik secara umum. Namun, saya memahami sifat dasar manusia. Anda harus mengendalikan yang negatif dan membangun yang positif agar meraih kesuksesan. Saya berusaha melakukannya melalui semangat berkelompok dan misi bersama.”

            Apa yang diungkapkan pendiri Alibaba ini sungguh mencegangkan. Ia mengingatkan bawah sukses itu tidak hanya soal bakat, tetapi juga adanya usaha dan ketekunan. Kemudian tidak kalah penting selalu berpikir positif. Dan saya rasa semua itu benar sekali. Selama menekuni dunia menulis, saya melihat orang-orang yang tekun dan tidak mudah menyerah cenderung akan berhasil dibandingkan mereka yang memiliki bakat tapi tidak punya semangat juang.  Kalimat itu memotivasi saya untuk terus menulis dan menulis. Karena di sanalah memang panggilan jiwa saya.

            Selain buku-buku non-fiksi. Selama pandemi saya juga ditemani dengan buku-buku fiksi terbitan Gramedia yang menarik dan menyenangkan. Di antaranya Selena dan Nebula karya Tere Liye, yang seperti biasa ceritanya selalu seru, penuh makna dan bikin ketagihan. Membaca novel karya sang maestro sangat membantu meringankan beban selama menghadapi pandemi juga masa-masa kehamilan. Membaca membuat pikiran jadi lebih rileks dan tenang.


Sumber gambar : Ratnani Latifah 

            Maka tidak salah jika bagi saya membaca itu semacam terapi jiwa, agar jiwa tetap sehat dan waras. Membaca itu adalah vitamin, yang mampu memberikan suntikan semangat untuk berbebah, menjadi pribadi yang lebih baik.

            Terlepas dari masalah kehamilan, membaca buku-buku gramedia ini mengajarkan saya tentang pentingnya mengubah mindset di masa pandemi. Jangan pernah berbikir negatif, takut ini dan itu, takut mencoba sesuatu atau takut melakukan hal-hal di luar zona nyaman kita. Akan tetapi beranilah! Selalu berpikir positif dan yakin mampu. Maka dunia bisa kita taklukkan.

            Begitulah. Masa Pandemi tidak membuat saya berhenti membaca dan menulis. Meski di masa pandemi, mulai banyak perubahan yang harus kita hadapi—khususnya pada bidang penerbitan. Karena setahu saya beberapa penerbit ada yang mulai mengurangi menerbitkan buku cetak dan beralih ke ebook.

            Namun di masa pandemi pula, saya menemukan jalur baru tentang penulisan buku. Apa itu? Menulis buku pengayaan, yaitu  buku penunjang  atau pendamping yang digunakan siswa untuk belajar, selain mengacu pada buku utama.  Di mana dengan membaca buku pengayaan anak akan mendapat lebih banyak pengetahuan dan wawasan dengan cara yang lebih menyenangkan.  Bukankah menyenangkan sekali bisa berkontribusi melahirkan karya dan dibaca oleh anak bangsa di seluruh negeri?  Saya sendiri sangat bersyukur, selama berkesempatan belajar mengenal buku pengayaan—bagaimana cara pengiriman dan prosesnya—alhamdulillah ada beberapa naskah,  yang saya ajukan telah diacc dan tinggal menunggu untuk dinilaikan.

            Untuk proses penulisan buku pengayaan ini tidaklah mudah. Ada banyak hal yang perlu kita perhatikan ketika menulis buku pengayaan, salah satunya harus sesuai dengan kompetensi dasar (KD) sesuai jenjang—dari SD, SMP dan SMA/SMK.  Selain itu ketika menulis buku pengayaan kita harus sabar menunggu penilaian dari PUSKURBUK (Pusat Kurikulum dan Perbukuan).  Dan tidak ketinggalan memiliki sertifikat menulis lebih diutamakan, ketika menulis buku pengayaan.

            Yah, masalah sertifikasi penulis ini sempat menjadi perdebatan di jagat media sosial. Ada pro dan kontra. Dan itu sangat wajar. Tapi bagi saya yang kebetulan sedang menulis buku pengayaan, maka saya harus siap untuk melengkapi persyaratan penilaian, khususnya untuk buku pengayaan nonfiksi.

            Jujur awalnya saya takut dan tidak pede dengan kemampuan saya. Siapa sih, saya ini? Soal kepenulisan pengalaman saya masih sedikit. Buku-buku karya saya pun belum cukup banyak. Saya sempat maju mundur untuk mengikuti ujian sertifikasi penulis. Takut hasilnya tidak kompeten.

            Namun karena membaca buku-buku di atas—khususnya buku Chiken Soup fot for the Soul; Think Positive, buku Jangan Mudah Menyerah; Kumpulan Inspiratif dari Jack Ma, Pendiri Alibaba, dan  buku The Path Made Clear, saya mulai berpikir ulang. Kalau tidak sekarang kapan kamu berani? Bagaimana mau maju jika terus terkurung dalam rasa takut dan tidak percaya diri? Bukankah kalau gagal dapat mencoba lagi?

“Ada banyak hal yang harus aku buktikan kepada diriku sendiri. Salah satunya adalah bahwa aku bisa menghidupi hidupku tanpa takut.”

Itu adalah salah satu quote yang saya sukai dalam buku  The Path Made Clear. Ia seolah memberikan semangat dan dorongan untuk menjadi pribadi yang berani.

            Akhirnya saya pun menguatkan niat dan mengikuti ujian sertifikasi, apa pun hasilnya. Jika dulu ujian ini dilakukan via luring atau tatap muka secara langsung, maka di masa pandemi ujian dilakukan via daring. Meski begitu, tetap saja ada rasa tegang dan takut. Apalagi saya juga harus mengamankan dedek bayi, agar fokus selama melakukan ujian.

            Dan puji syukur kepada Allah, yang telah  memudahkan saya. Dedek tidak rewel, dan  meski sempat ada drama mati lampu, Allah telah memudahkan saya dalam menjawab pertanyaan yang diajukan asesor. Bu asesornya  sangat baik dan bersahabat. Alhamdulillah ternyata saya diganjar kompeten. Rasanya sungguh bersyukur. Meski saya tahu, hasil itu bukanlah akhir dari segalanya. Sebaliknya dari sana saya harus terus belajar  untuk menulis yang lebih baik lagi.

Sumber gambar : Ratnani Latifah 

            Pokoknya terima kasih banyak Gramedia, yang telah menghadirkan buku-buku apik, yang sangat bermanfaat, memberikan banyak motivasi dan inspirasi untuk terus memperbaiki diri di masa pandemi.  Sehingga saya bisa keluar dari zona nyaman dan berani mencoba hal-hal baru. Dapat beradaptasi dengan baik di masa yang penuh tantangan. 

             Terima kasih karena dengan membaca buku gramedia, saya  belajar mengelola mindset agar selalu berpikir positif. Sembilan bulan perasaan saya campur aduk ketika hamil—takut akan berbagai hal, tetapi saya selalu berusaha berpikir positif.

Saya ingat sekali, ketika  usia tujuh bulan posisi bayi masih melintang, lalu sempat sunsang dan plasenta berada di posisi yang hampir menghalangi jalan lahir. Jika posisi bayi tidak berubah, bisa jadi saya harus melakukan operasi. Namun saya selalu berpikir positif, bahwa saya dapat melahirkan dengan normal dan lancar.

 Dan meski sempat ada drama ditolak di puskesmas ketika melakukan pemeriksaan—padahal kondisi saya sudah sangat payah—tetapi proses persalinan berjalan lancar. Allah telah menyiapkan tempat terbaik, dapat melakukan  persalinan dengan porses yang dimudahkan di tempat seorang bidan yang baik hati. Kekuatan pikiran positif membawa kita pada jalan yang positif juga. 

Sumber gambar : Ratnani Latifah. Sehat selalu ya, Dek.


Srobyong, 13 April 2021.

           

           

           

           

             

 

2 comments:

  1. Uwwuuu.. Aku terharu Mbak Ratna. Semoga aku juga ngikutin Mbaknya dengan cara berbeda. Aamiin

    ReplyDelete