![]() |
Sumber gambar : pinterest, edit by photogrid. |
Masa
pandemi merupakan masa yang penuh
kejutan juga penuh cerita. Karena di masa ini kita dituntut untuk beradaptasi
dalam segala hal. Dari harus memakai masker, menjaga jarak, menjaga daya tahan
tubuh, serta siap melakukan aktivitas secara terbatas. Artinya kita tidak dapat
pergi ke berbagai tempat sesuka hati. Bahkan untuk bekerja pun dilakukan dari
rumah.
Kita
harus mulai terbiasa dengan kehidupan baru, tersebut. Kita tidak dapat protes,
karena dunia tengah terguncang karena pandemi. Untuk waktu yang tidak terbatas
kita diharapkan untuk menghindari kerumunan. Masa-masa bebas seperti dulu, tentu akan menjadi masa yang akan kita
rindukan. Berkumpul dengan teman-teman, bebas mengunjungi toko buku, berlibur,
bersekolah dan kegiatn lainnya.
Bagi saya sendiri, masa pandemi
adalah masa penuh tantangan. Selain harus mulai beradaptasi dengan kebiasan
baru, pada saat itu, Allah tengah memberikan anugerah yang luar biasa di rahim
saya. Kebahagiaan dalam menjaga kesehatan dan mempersiapkan segala keperluan di
masa kehamilan pun menjadi tumpang tindih dengan berbagai kekhawatiran karena
pandemi.
Jujur
saat itu saya merasa takut dan kalut. Berbagai pertanyaan menggema di kepala.
Mengingat sejak adanya pandemi cara pemeriksan—baik di bidan, klinik atau rumah
sakit mulai berubah. Belum lagi proses
persalinan konon katanya dipersulit. Di mana
saya melihat dan mendengar dari
tetangga serta saudara yang kebetulan mengalaminya sendiri. Misalnya saja
pengalaman tetangga saya. Meski ia seorang petugas medis, ketika ia reaktif
terhadap virus corona, ia mendapat perlakuan yang kurang baik dari salah satu
rumah sakit besar di daerah saya.
Ada juga sepupunya saya. Ia sempat
divonis harus melalukan cesar, karena masalah pertumbuhan bayi. Sepupu saya
meski kaget dan terkejut tetap menyiapkan diri dan menjalani periksaan sesuai
prosedur dokter kandungan. Namun, ketika hasil tes rapid telah keluar, dan ia
reaktif, perlakuan dokter yang mulanya baik pun berubah. Bahkan dalam menangani konsultasi sang dokter menjawab via telepon.
Dan sepupu saya sempat dioper ke sana ke mari untuk melakukan operasi cesar. Astagfirullah hal adzim, perasaan saya
semakin tidak menentu.
Beruntung saya memiliki buku-buku
gramedia, yang sedikit banyak membantu saya dalam memahami tentang masalah
kandungan juga membuat pikiran saya lebih rileks. Andai saya tidak menyalurkan
kekhwatiran saya pada hal-hal lain, tentu ketakutan saya akan berdampak pada
kehamilan saya, dapat membuat depresi hingga keguguran. Padahal sudah cukup
lama saya menanti kehadiran buah hati setelah mengalami miskram.
Buku “9 Bulan Menjalani Kehamilan dan Persalinan yang Sehat” karya dr. Irfan Rahmatullah, Sp.OG dan dr. Nurcholid Umam Kurniawa, M.So.Sc, benar-benar membantu saya selama masa kehamilan. Buku ini dapat menjawab berbagai pertanyaan seputar kehamilan dan persalinan dengan detail. Bahkan tentang hal-hal yang mungkin tidak akan dijelaskan oleh dokter kandungan atau pun bidan. Melalui buku tersebut saya dapat mengetahui bagaimana perkembangan bayi dalan kandungan, rumus dalama mengetahui perkiraan jenis kelamin dalam kandungan, mamahami hal-hal dasar dalam kehamilan, bagaimana menjalani pola hidup sehat, masalah persalinan dan apa saja yang perlu disiapkan, masalah nifas dan banyak lagi.
![]() |
Sumber gambar : Ratnani Latifah |
Selain buku ini saya juga sangat terbantu dengan membaca buku
“Chiken Soup fot for the Soul; Think Positive” karya Jack Canfield, Mark
Victor Hansen dan Amy Newmark. Melalui buku ini saya banyak menemukan
nilai-nilai positif dalam kehidupan. Apa pun masalah yang kita hadapi,
ketakutan yang datang silih berganti,
dapat diatasi jika kita selalu berpikis positif dan selalu bersyukur dengan apa
pun kondisi kita.
![]() |
Sumber gambar : Ratnani Latifah |
Jujur saja ketika pandemi datang,
banyak ketakutan yang mulai meneror isi kepala saya. Banyak pertanyaan
bagaimana ... bagaimana yang menggema di kepala. Bagaimana kalau nanti virus
covid-19 menyerang saya atau keluarga? Apalagi saat itu, adik saya posisinya
tengah merantau di Jakarta dan Semarang—di mana dua kota tersebut cukup banyak
yang terpapar covid.
Tidak hanya ketakutan soal masalah
covid, saya pun merasa cemas dengan keadaan janin juga bagaimana proses
melahirkan kelak. Karena jujur saja sejak pandemi menyerang, proses medis di
daerah saya entah kenapa menjadi sangat sulit. Banyak cerita tentang ibu hamil
yang terlantar karena kurang sigapnya penangananan dari tim medis. Ada ibu
hamil yang sudah dirujuk ke rumah sakit, tetapi di sana tidak dirawat dan malah
pulang. Ada pula ibu hamil yang karena tidak segera ditangani, ia melahirkan di
lorong rumah sakit. Astagfirullah hal adzim... hati saya begitu miris
setiap kali mendengar berita-berita semacam itu.
Siapa yang tidak takut dan merasa
cemas ketika posisi saya sendiri hampir sama dengan mereka? Ya Allah, rasanya
sungguh nano-nano. Maka buku “Chiken Soup fot for the Soul; Think Positive”
sangat membantu saya untuk belajar memiliki pikiran yang lebih positif.
Ada dua quote yang saya
sukai ketika membaca buku ini.
Pertama, “Ubahlah pikiran, maka
kita akan mengubah dunia kita.” quote ini seolah berpesan, agar saya selalu
memiliki mindset yang baik.
Kedua, “Pikiran positif apa pun
akan lebih baik daripada pikiran negatif.” Sedangkan quote ini
secara terbuka mengingatkan tentang pentingnya selalu berpikir positif dalam
keadaan apa pun.
Melalui buku ini saya juga belajar
untuk mengurangi ketakutan dengan mengalihkannya pada kegiatan lain yang lebih
bermanfaat. Saya pun memilih tenggelam dalam dunia buku dan menulis. Karena
memang itulah dua dunia yang saya geluti. Membaca adalah candu yang tidak
tergantikan. Karena bagi saya dengan membaca gerbang pengetahuan akan terbuka
lebar, kegelapan akan mendapat sinar dan jiwa yang kerontang akan mekar.
Alhamdulillah di masa pandemi saya
berhasil mengkhatamkan banyak buku terbitan gramedia. Buku-buku itu menjadi
teman yang begitu menyenangkan dan sedikit banyak membuat saya lupa akan
berbagai kekhawatiran yang terus bergelantung di dada.
Begitu pula dalam menulis. Terapi
menulis cukup membuat fokus saya teralihkan. Meski di sini, saya pun harus
menghadapi tantangan baru. Mengapa? Karena dunia tulis menulis pun mendapat
dampak yang cukup signifikan dari adanya pandemi. Salah satunya cukup banyak media yang mulai
tumbang. Tidak hanya itu banyak penerbit yang mulai menunda menerbitkan buku
cetak akibat imbas pandemi.
Beruntung ada buku “Jangan Mudah
Menyerah; Kumpulan Inspiratif dari Jack Ma, Pendiri Alibaba” yang disunting
Suk Lee & Bob Song dan buku “The Path Made Clear” karya Oprah Winfrey. Meski kedua buku ini tidak
membahas tentang motivasi menulis, tetapi kedua buku ini banyak memberikan
energi positif bagi saya untuk tetap teguh dalam dunia tulis menulis. Kedua
buku ini mengajarkan banyak hal agar saya tidak mudah menyerah karena keadaan.
Saya belajar tentang pentingnya menjalani dan nikmati setiap proses yang
kreatif dalam menulis. Saya juga belajar untuk menentukan tujuan hidup dan berusaha yang terbaik untuk meraihnya.
![]() |
Sumber gambar : Ratnani Latifah |
Dalam dialog dengan Kazuo Inamori,
pada 28 Oktober 2008, Jack Ma pernah berkata, “Saya bukan orang yang paling
berbakat. Penampilan, kemampuan, dan pendidikan saya jauh dari yang terbaik
secara umum. Namun, saya memahami sifat dasar manusia. Anda harus mengendalikan
yang negatif dan membangun yang positif agar meraih kesuksesan. Saya berusaha
melakukannya melalui semangat berkelompok dan misi bersama.”
Apa
yang diungkapkan pendiri Alibaba ini sungguh mencegangkan. Ia mengingatkan
bawah sukses itu tidak hanya soal bakat, tetapi juga adanya usaha dan
ketekunan. Kemudian tidak kalah penting selalu berpikir positif. Dan saya rasa
semua itu benar sekali. Selama menekuni dunia menulis, saya melihat orang-orang
yang tekun dan tidak mudah menyerah cenderung akan berhasil dibandingkan mereka
yang memiliki bakat tapi tidak punya semangat juang. Kalimat itu memotivasi saya untuk terus
menulis dan menulis. Karena di sanalah memang panggilan jiwa saya.
Selain
buku-buku non-fiksi. Selama pandemi saya juga ditemani dengan buku-buku fiksi
terbitan Gramedia yang menarik dan menyenangkan. Di antaranya Selena dan
Nebula karya Tere Liye, yang seperti biasa ceritanya selalu seru, penuh
makna dan bikin ketagihan. Membaca novel karya sang maestro sangat membantu
meringankan beban selama menghadapi pandemi juga masa-masa kehamilan. Membaca
membuat pikiran jadi lebih rileks dan tenang.
![]() |
Sumber gambar : Ratnani Latifah |
Maka
tidak salah jika bagi saya membaca itu semacam terapi jiwa, agar jiwa tetap
sehat dan waras. Membaca itu adalah vitamin, yang mampu memberikan suntikan
semangat untuk berbebah, menjadi pribadi yang lebih baik.
Terlepas
dari masalah kehamilan, membaca buku-buku gramedia ini mengajarkan saya tentang
pentingnya mengubah mindset di masa pandemi. Jangan pernah berbikir
negatif, takut ini dan itu, takut mencoba sesuatu atau takut melakukan hal-hal
di luar zona nyaman kita. Akan tetapi beranilah! Selalu berpikir positif dan
yakin mampu. Maka dunia bisa kita taklukkan.
Begitulah.
Masa Pandemi tidak membuat saya berhenti membaca dan menulis. Meski di masa
pandemi, mulai banyak perubahan yang harus kita hadapi—khususnya pada bidang
penerbitan. Karena setahu saya beberapa penerbit ada yang mulai mengurangi
menerbitkan buku cetak dan beralih ke ebook.
Namun di masa pandemi pula, saya menemukan jalur baru tentang penulisan buku. Apa itu? Menulis buku pengayaan, yaitu buku penunjang atau pendamping yang digunakan siswa untuk belajar, selain mengacu pada buku utama. Di mana dengan membaca buku pengayaan anak akan mendapat lebih banyak pengetahuan dan wawasan dengan cara yang lebih menyenangkan. Bukankah menyenangkan sekali bisa berkontribusi melahirkan karya dan dibaca oleh anak bangsa di seluruh negeri? Saya sendiri sangat bersyukur, selama berkesempatan belajar mengenal buku pengayaan—bagaimana cara pengiriman dan prosesnya—alhamdulillah ada beberapa naskah, yang saya ajukan telah diacc dan tinggal menunggu untuk dinilaikan.
Untuk
proses penulisan buku pengayaan ini tidaklah mudah. Ada banyak hal yang perlu
kita perhatikan ketika menulis buku pengayaan, salah satunya harus sesuai
dengan kompetensi dasar (KD) sesuai jenjang—dari SD, SMP dan SMA/SMK. Selain itu ketika menulis buku pengayaan kita
harus sabar menunggu penilaian dari PUSKURBUK (Pusat Kurikulum dan
Perbukuan). Dan tidak ketinggalan memiliki
sertifikat menulis lebih diutamakan, ketika menulis buku pengayaan.
Yah,
masalah sertifikasi penulis ini sempat menjadi perdebatan di jagat media
sosial. Ada pro dan kontra. Dan itu sangat wajar. Tapi bagi saya yang kebetulan
sedang menulis buku pengayaan, maka saya harus siap untuk melengkapi
persyaratan penilaian, khususnya untuk buku pengayaan nonfiksi.
Jujur
awalnya saya takut dan tidak pede dengan kemampuan saya. Siapa sih, saya ini? Soal
kepenulisan pengalaman saya masih sedikit. Buku-buku karya saya pun belum cukup
banyak. Saya sempat maju mundur untuk mengikuti ujian sertifikasi penulis.
Takut hasilnya tidak kompeten.
Namun
karena membaca buku-buku di atas—khususnya buku Chiken Soup fot for the
Soul; Think Positive, buku Jangan Mudah Menyerah; Kumpulan Inspiratif
dari Jack Ma, Pendiri Alibaba, dan buku The Path Made Clear, saya mulai
berpikir ulang. Kalau tidak sekarang kapan kamu berani? Bagaimana mau maju jika
terus terkurung dalam rasa takut dan tidak percaya diri? Bukankah kalau gagal
dapat mencoba lagi?
“Ada banyak hal yang
harus aku buktikan kepada diriku sendiri. Salah satunya adalah bahwa aku bisa
menghidupi hidupku tanpa takut.”
Itu adalah salah satu quote yang
saya sukai dalam buku The Path Made
Clear. Ia seolah memberikan semangat dan dorongan untuk menjadi pribadi
yang berani.
Akhirnya
saya pun menguatkan niat dan mengikuti ujian sertifikasi, apa pun hasilnya. Jika
dulu ujian ini dilakukan via luring atau tatap muka secara langsung, maka di
masa pandemi ujian dilakukan via daring. Meski begitu, tetap saja ada rasa
tegang dan takut. Apalagi saya juga harus mengamankan dedek bayi, agar fokus
selama melakukan ujian.
Dan
puji syukur kepada Allah, yang telah memudahkan saya. Dedek tidak rewel, dan meski sempat ada drama mati lampu, Allah telah
memudahkan saya dalam menjawab pertanyaan yang diajukan asesor. Bu asesornya sangat baik dan bersahabat. Alhamdulillah
ternyata saya diganjar kompeten. Rasanya sungguh bersyukur. Meski saya tahu,
hasil itu bukanlah akhir dari segalanya. Sebaliknya dari sana saya harus terus
belajar untuk menulis yang lebih baik
lagi.
![]() |
Sumber gambar : Ratnani Latifah |
Pokoknya
terima kasih banyak Gramedia, yang telah menghadirkan buku-buku apik, yang
sangat bermanfaat, memberikan banyak motivasi dan inspirasi untuk terus
memperbaiki diri di masa pandemi. Sehingga saya bisa
keluar dari zona nyaman dan berani mencoba hal-hal baru. Dapat beradaptasi dengan baik di masa yang penuh tantangan.
Saya ingat sekali, ketika usia tujuh bulan posisi bayi masih melintang,
lalu sempat sunsang dan plasenta berada di posisi yang hampir menghalangi jalan
lahir. Jika posisi bayi tidak berubah, bisa jadi saya harus melakukan operasi. Namun
saya selalu berpikir positif, bahwa saya dapat melahirkan dengan normal dan
lancar.
Dan meski sempat ada drama ditolak di puskesmas
ketika melakukan pemeriksaan—padahal kondisi saya sudah sangat payah—tetapi proses
persalinan berjalan lancar. Allah telah menyiapkan tempat terbaik, dapat
melakukan persalinan dengan porses yang
dimudahkan di tempat seorang bidan yang baik hati. Kekuatan pikiran positif membawa kita pada
jalan yang positif juga.
![]() |
Sumber gambar : Ratnani Latifah. Sehat selalu ya, Dek. |
Srobyong, 13 April 2021.
Uwwuuu.. Aku terharu Mbak Ratna. Semoga aku juga ngikutin Mbaknya dengan cara berbeda. Aamiin
ReplyDeleteAamiin semoga bisa lebih baik lagi dari saya Mbak.
Delete