Wednesday 21 October 2015

[Resensi] Apakah Memiliki Cinta Itu Salah?


Judul               : Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
Penulis             : Tere Liye
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
cetakan            : Sembilan Belas, Maret 2015
Halaman          :  264 halaman
ISBN               : 978-979-22-5780-9

Apakah salah menyimpan sebuah perasaan? Sebuah rasa yang entah sejak kapan sudah bertahta dalam hati. Yah, rasa itu tumbuh kembang tidak bisa dihindari. Setiap waktu, setiap pertemuan yang memang menuntut adanya kebersamaan.

Bagi Tania,  Mas Danar adalah seorang malaikat. Lelaki yang ditemui secara tidak sengaja yang kemudian merubah hidupnya. Kehadiran Mas Danar membawa sebuah harapan yang sempat Tania hapus. “Dia bagai malaikat keluarga kami. Merengkuh aku, adikku dan ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makan, tempat berteduh, sekolah dan janji masa depan yang lebih baik.”

Karena kebaikan itulah ... perasaan yang bermula dari kagum lambat laun Tania sadari bahwa itu adalah cinta. Tania menyukai Mas Danar—malaikatnya. Apakah ini boleh dan pantas Pertanyaan itu terus menggema di kepala Tania. Karena sejak awal Tania tahu Mas Danar sudah memiliki kekasih, Kak Ratna.  Ditambah lagi rentang usia mereka yang terpaut jauh.

Mungkin ucapan ibunya benar, bahwa dia tidak pantas untuk mencintai malaikat keluarga mereka. Itu namanya keterlaluan. Jadi Tania pun mencoba menjadi adik yang baik. Kepergiannya ke Singapura untuk melanjutkan sekolahnya mungkin jalan yang terbaik untuk menjauh.

Tapi  Tania salah. Perasaannya semakin dalam. Dia selalu rindu pada sosok lelaki itu.  dan perasaan itu semakin dalam ketika dia genap berusia 17 tahun. Mas Danar menghadiakan sebuah liontin berinisial T. Yang menurut Tania itu pasti istimewa. (hal. 103) Tapi kebahagian itu tidak bertahan lama ketika Tania tahu bahwa Mas Danar akan segera menikah dengan Kak Ratna. (hal.131)

Daun yang jatuh tidak pernah membenci angin. Tiba-tiba Tania teringat dengan kata itu. (hal. 154) Tania menangis lagi setelah dulu berjanji tidak akan menangis. Nyatanya perasaanya tetap terluka ketika mengetahui kenyataan ini. “Aku bukan daun! Dan aku tak pernah mau menjadi daun! Aku tak pernah menginginkan perasaan ini, kan? Dia datang begitu saja. menelusuk hatiku. Tumbuh pelan-pelan seperti kecambah disiram hujan. Aku sungguh tidak menginginkan semua perasaan ini. aku mencintainya. Itulah perasaanku. Salahkah aku mencinta malaikat kami?”

Sayangnya Tania tidak tahu. Bahwa ada sesuatu yang selama ini dirahasiakan Mas Danar. Dan ketika Tania tahu semua sudah terlambat.

Novel yang benar-benar mengaduk-aduk perasaan. Suka, sebal, sedih dan kejutan yang tidak terduga. Memakai pov 1 dan alur maju mundur, benar-benar sukses membuat penasaran dan gelombang hati terombang-ambing. Gaya bahasa yang menarik. Salut dalam penulisan pov 1 ini tidak ditemukan serangan (ku) yang biasanya menjadi kelemahan pada pov 1. Suka dengan kalimat ini.  “Daun yang jatuh tak pernah membenci angin ... membiarkan dirinya jatuh tanpa melawan .... Mengikhlaskan semua. “ (hal. 63) dan kalimat ini, “Kebaikan itu seperti  pesawat terbang Tania. Jendela-jendela bergetar, layar teve bergoyang, telepon genggam terinduksi saat pesawat itu lewat. Kebaikan merambat tanpa mengenal batas. Bagai garpu tala yang beresonasi, kebaikan menyebar dengan cepat.” Kebaikan itu memang tak selalu harus berbentuk sesuatu yang terlihat. (hal. 184)

No comments:

Post a Comment