Dimuat di Kabar Madura, Senin 21 Januari 2017
Judul : Kese tiaan Mr. X
Penulis : Keigo Higashino
Penerbit : Gramedia
Cetakan : Pertama, Juli 2016
Halaman : 320 hlm
ISBN :
978-602-03-3052-5
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama
Jepara.
Membaca novel ini, kita akan
dihadapkan pada analisis kecerdasan. Yaitu kecerdasan dari fisikawan dan seorang yang genius matematika,
dalam mengungkap sebuah kasus pembunuhan.
Menarik dan membuat pembaca ikut berpikir, menebak-nebak sampai kapan adu kecerdasan itu akan selesai.
Kisah dimulai dengan penemuan mayat
di sungai Edo di sisi Tokyo. Mayat itu ditemukan dalam keadaan yang sangat
mengenaskan: telanjang bulat; bahkan sepatu dan kaus kakinya tidak ada.
Wajahnya hancur seperti semangka dibelah, serta jemarinya juga dibakar. Selain bekas cekikan di leher, tidak
ditemukan luka yang lain dalam tubuh itu (hal 49).
Setelah melakukan penyelidikan,
Kusanagi—detektif yang menangani kasus pembunuhan itu, akhirnya mengetahui
bahwa mayat itu bernama Shinji Togashi (hal.55). Terungkapnya identitas si
mayat, membuat Yasuko Hanaoka—mantan istri Togashi terseret dalam kasus itu dan
dianggap sebagai tersangka. Karena konon katanya, meski mereka sudah bercerai
Togashi masih sering menghubungi Yasuko. Bahkan disinyalir Yasuko adalah orang terakhir
yang ditemui Togashi.
Kusanagi pun segera mendatangi
Yasuko untuk melakukan penyelidikan. Mengecek alibi ibu satu anak pada tanggal 10 Maret. Meski tidak nyaman Yasuko
menjelaskan dengan detail apa yang dilakukannya, dan memastikan dia sama sekali
tidak terlibat dalam kasus pembunuhan itu. Merasa belum puas dengan penjelasan
Yasuko, Kusanagi mencoba mencari informasi dari tetangga Yasuko. Namanya
Ishigami, seorang guru matematika SMA dan penasihat klub judo. Tapi lagi-lagi
Kusanagi tidak mendapatkan informasi apa-apa. Karena ternyata Ishigami tidak
terlalu dekat dengan tetangganya.
Merasa buntu dalam menangani kasus
ini, Kusanangi berkunjung ke rumah sahabatnya—Yukawa, seorang fisikawan, yang
kerap membantunya menyelesaikan kasus.
Kusanangi menjelaskan hal-hal yang mengganjal selama penyelidikan.
Seperti alibi Yasuko yang terlalu sempurna, yang malah mengundang rasa
penasaran.
Yukawa berkata “Aku sudah bilang,
manusia normal tidak akan sampai berpikir menyiapkan tempat penyimpanan potongan tiket demi sebuah alibi. Apalagi
sampai menyelipkannya dalam pamflet
karena sudah menduga kalian akan datang.
Orang seperti itu pantas disebut lawan berat.” (hal. 78).
Tidak ketinggalan Kusanangi
menyinggung Ishigami, yang sontak membuat Yukawa kaget tapi juga senang. Yukawa
pun mengunjungi, temannya yang sangat genius matematika. Pertemuan dua teman
lama itu, pada akhirnya membuka tabir yang selama ini ditutupi dengan
sangat rapat. Yukawa mengetahuis sesuatu, begitupun dengan Ishigami. Hanya saja
entah apa yang akan dilakukan dua genius itu ketika menyadari sesuatu yang
tengah mereka hadapi saat ini.
Yukawa berkata, “Menurutku cara
memecahkan kasus ini adalah menggunakan soal lain, bukannya soal meruntuhkan alibi. Perbedaannya jauh
lebih besar daripada perbedaan antara soal geometri dan fungsi bilangan.
Contohnya soal kamuflase—teknik penyamaran. Cara ini sukses membuat polisi tak
berkutik. Saat orang biasa berusaha
menutupi kejahatannya serumit mungkin, maka
orang genius tidak akan melakukan itu. Dia akan memilih metode sederhana,
tapi tidak pernah terpikirkan atau bakal
dipilih orang biasa.” (hal.241).
Dipaparkan dengan gaya bahasa yang
renyah, membuat novel ini sangat asyik untuk dinikmati. Pembaca diajak bersabar
mengikuti alur cerita, bagaimana
detektif Kusanagi bisa mengungkap kebenaran dengan bantuan Yukawa. Selain itu pembaca akan dibuat terkejut dengan
sebuah kenyataan tentang adanya pembunuhan lain yang tidak terduga. Novel ini selain
berisi upaya pemecahan kasus pembunuhan, diselipkan juga kisah cinta cukup
menyentuh.
Mengajarkan bahwa sebaik apa pun
kejahatan ditutupi, pasti akan terkuak juga. Dan memang tidak mungkin seseorang selamanya
menyimpan kejahatan yang diperbuatnya. Karena sudah pasti hidupnya tidak akan
tenang. “Memang berat menyembunyikan kebenaran. Ia tak akan memperoleh
kebagaiaan sejati jika terus menyembunyikan kebenaran. Ia tidak akan bisa hidup
tenang karena terus dihantui perasaan bersalah seumur hidupnya.” (hal
310).
Srobyong, 11 Oktober 2016
bagus baget nih ceritanya... penasaran ingin baca bukunya keseluruhan...
ReplyDeletewww.kananta.com
Iya, ceritanya keren. :)
DeleteSaya nggak akan baca bukunya sampe pulang ah..... TKP terlalu dekat wkwkwkkwwk
ReplyDeleteHhhehh. Yo wes bacanya di rumah saja kalau begitu hehh :D
DeleteLg belajar bikin resensi, numpang belajar disini
ReplyDeleteMonggo, Mbak.^_^ Semoga bermanfaat
Delete