Dua Rasa
Della menarik
napas dalam- dalam. Dia lalu diam beberapa saat. Matanya menerawang, seperti
sedang berfikir. Tiba-tiba Della tersenyum. Dia mengingat betapa senangnya dia
waktu dulu. Menikmati waktu panjang dengan seorang yang dia kasihi. Namun semua
berlalu dengan begitu cepat. Della merasa kecewa ketika harus berpisah dengan
Stiven. Cerita cinta mereka yang baru dimulai harus terpisah karena jarak dan
waktu, mereka harus berpisah karena mereka tidak lagi satu sekolah seperti
dulu, Della harus kuliah di Jakarta sedang Stiven memilih kuliah di Bandung.
Akhirnya mereka memutuskan untuk LDR(long distance relationship), karena Stiven
juga tidak mau mengakhiri hunbungan ini, dia percaya dengan Della.
Della akhirnya pindah ke Jakarta, meninggalkan
Bandung yang penuh dengan kenangan indah. Della dan Stiven saling berjanji
untuk menjaga cinta mereka. Mereka saling menaruh kepercayaan, dan tak boleh
ada kecurigaan.
“ Hai Dell,
kamu tidak ke kampus ” Della masih tak bergeming.
Dia masih asik dengan lamunannya. Edo menepuk
bahu Della.
“ Dell… “ Edo berucap lagi. Della jadi kaget
dan kelabakan.
“ Edo, eh.. ada
apa nih “
“ Makanya
jangan ngelamun aja “ ejek Edo.
“ Ya maaf-maaf, terus kamu mau apa ?”
“ Kamu ke
kampus tidak? “ Edo mengulang pertanyaannya.
“ Ya udah ayo
berangkat “ Della memutuskan.
Edo dan Della
berjalan beriringan meninggalkan rumah Della.
“ Tumben tidak
bawa motor “ ucap Della.
“ Aku lagi pengen jalan, lagian kan …” ucapan Edo tidak diteruskan,
“ Lagian apa ? “ Tanya Della
“ Ah, tidak
jadi “ Edo mengelak
“ Huuu.. “ gerutu Della.
“ Tadi kamu ngelamunin apa Dell “ Edo
mengalihkan pembicaraan
“ Itu rahasia “ ucap Della dengan senyum
jahil.
Kampus sudah
sepi sejak tadi. Tinggal beberapa mahasiswa yang ada disana termasuk Edo. Dia
lagi nungguin Della yang mengambil buku di perpustaan.
“ Lama banget
di dalam “ tanya Edo
“Sudahla itu
tidak penting, yang penting sekarang sudah keluar “ Della berjalan meninggalkan
Edo. Dia tidak mau di introgasi Edo terus-terusan. Itu bisa membuatnya risih.
Kedekatan Della
dan Edo membuat teman-teman fakultas Della menjadi iri. Edo itu kan cowok
paling keren di fakultas sastra. Banyak yang mengira mereka itu pacaran, tapi
mereka tidak pernah ambil pusing denga gosip itu. Jadi gossip itu pun
lambat-laun hilang dengan sendirinya.
Anehnya sesudah gosip itu mereda Edo malah jadian dengan Della.
Della menangis
sendiri di kamar. Perasaannya kacau.
“ Kenapa aku
menerima Edo “ jerit Della dalam hati. Sebenarnya Della sama sekali tidak
menyukai Edo. Dia hanya merasa lebih nyaman saja bila di dekat Edo, lebih dari
itu tak ada sama sekali. Perasaan Della sudah diberikan pada satu orang yaitu
Stiven. Dialah satu-satunya cowok yang ada dihati Della, yang selalu ada
didalam mimpi Della. Yang ada sekarang Della merasa menyesal, kenapa dia tidak
menolak Edo waktu itu.
“ Pagi Dell,
kamu kok kelihatan kusut “ Tanya Edo
“ Aku tidak apa-apa kok “ Della mengelak,
Della memilih diam ketika, bersama Edo. Dia lagi tidak mood untuk bicara, dia
lagi inget sama Stiven. Sedang apa dia sekarang, mikirin apa, mau kemana.
“ kamu kenapa Dell, kok jadi pendiam gini “
“Apa” Tanya Della bego
“ Tidak “ucap Edo.
Hari ini Edo
menemani Della di perpustakaan kampus. Edo memang sudah terbiasa, jadi dia
tidak merasa bosan.
“ Maaf ya udah ngerepotin “ ucap Della
“ Tidak, aku
tidak repot “ ucap Edo sambil tersenyum.
“ Maksih deh kalau gitu udah mau nemenin aku “
Lama kelamaan
Della mulai menikmati saat-saat bersama dengan Edo. Walaupun masih ada rasa
was-was di hatinya, Della tetap asik-asik saja. Mungkin karena kesepian Della
merasa harus ada seseorang yang jadi sandarannya dan memperhatikannya. Edo,
memberikan itu semua pada Della. Della akhirnya menerima Edo sebagai kekasih.
Perasaan penyesalan Della dulu sudah sedikit berkurang. Ada rasa sedikit suka
dihati Della, kini perasaannya sudah mulai mendua.
Della sekarang
labih banyak menghabiskan waktunya denga Edo. Pagi nonton, jalan-jalan dan
banyak lagi yang dilakukan mereka. Della benar-benar sudah merasa asik
menikmati masa-masa pacarannya dengan Edo. Edo yang penuh perhatian, yang cool,
yang selalu romantic, membuat Della betah bersama Edo. Della senang sekali bila
Edo memuji dirinya yang anggun dan yang makin dewasa. Della merasa terbang keaawan
ketika mendengar sanjungan dari Edo. Della tak pernah berfikir kalau Edo akan
membuat dirinya jatuh dan merasa sakit.
Della memang
sangat cuek, dia jalani semuanya seperti aliran sungai, dia tak mau terburu-
buru, dia sama sekali tak peduli dengan omongan orang lain, kalu dia
mendengarkan maka semua akan menjadi menjadi runyam. Della menutup telinga
ketika teman-temannya lagi bicarain dirinya dan Edo.
“ Aku dengar Della kan udah jadian sama
seseorang di daerahnya dulu “
“Iya, itu memang benar, sampai-sampai dia itu
sudah tunangan”
“Tapi, dia ternyata muna, dan malah menerima
Edo jadi pacarnya”.
Setelah
beberapa minggu, gosip Della sudah hilang. Ya itulah hal-hal yang ada di kampus
Della. Semua akan cepat sekali melupakan sesuatu yang lama dan mencari bahan
baru. Jadi, sekarang Della sudah sedikit lega, tak ada lagi yang ngegunjingin
dirinya, itu kadang membuat ulu hati Della terasa sakit, seperti ditusuk belati
berulang-ulang. Walaupun dia tahu dia memang salah.
Hati Della
benar-benar sakit. Dia sadar kalau sekarang dia memiliki dua rasa yang mendera
dalam hatinya, dia merasa bersalah pada Stiven maupun Edo. Stiven yang dulunya
selalu menemani Della yang selalu di impikan Della kini dalam hatinya juga ada
Edo, sahabat yang selalu melindungi Della yang selalu menemani Della ketika
sendiri dan kesepian.
Tanpa
disadarinya air matanya pun mulai memebasahi pipi.
“Kenapa aku jadi begitu jahat” batin Della.
“Stiven,
Edo, maafin aku “ ucap Della lirih. Tangisnya makin keras, perasaannya semakin
merasa bersalah, dia ingin jujur tapi, mulutnya kelu, ketika sudah berhadapan
dengan Edo. Della tak mau nyakitin perasaan Edo, tapi dia juga sayang Stiven.
Telpon tiba-tiba berdering. Della segera mengangkat telpon itu
“ halo….. “ yang di seberang sama sekali tidak menyahut
“ halo…” Della mengulang ulangnya lagi. Karena
masih beluma ada sahutan Della menutup telepon itu, tapi, telpon itu bordering
lagi.
“ Dell, kamu baik-baik saja “ terdengar suara
dari seberang
“ Stiven, kenapa tadi hanya diam ? aku kangen
sama kamu “
“ Aku juga “. Sahut Stiven
Della senang
banget mendapat telpon dari Stiven. Tadi dia bicara banyak dengan Stiven.
Stiven kini yang masih di otak Della, dia lupa dengan seseorang yang sendari
tadi mengetuk pintu rumahnya. Ketika bel itu di pencet lagi, Della baru sadar
dan menghambur untuk membukakan pintu.
“pagi, Dell” suara itu menyapa Della
“Maaf ya, udah lama ya nunggu aku” Edo hanya
tersenyum
“ Duduklah dulu aku mau kedalam sebentar” ucap
Della, dan segera membasuh mukanya, dia tak mau ada seseorangpun tahu kalu dia
barusaja menangis, termasuk Edo. Biar itu, jadi rahasianya sendiri.
Setelah itu mereka
pergi bersama. Masih dalam kepura-puraan Della tetap mau pergi dengan Edo.
Dengan berpura-pura merasa bahagia saat bersama Edo. Semalam Della sadar, dia
tidak mencintai Edo, perasaanya pada Edo adalah pelarian. Dia kesepian, makanya
ketika Edo mengulurkan tangan untuk merengkuhnya Della menyambut tangan itu.
Mungkin sudah saatnya bagi Della
untuk jujur pada Edo. Mengatakan kebenaran yang selalu di sembunyikan Della
sejak dulu, dia harus terima kalau pada akhirnya Edo membencinya. Ini semua
memang salahnya sejak awal.
“ Kenapa harus putus Dell?, apa aku
ada salah dengan mu?” Edo tak mengerti dengan sikap Della yang tiba- tiba minta
putus tanpa alasan.
“Bukan kamu yang salah Do, tapi
aku,maaf” ucap Della lirih.
“Aku tak mengerti maksud mu Dell,
katakan dengan jelas biar aku tahu”
“ Aku…..” Della menunduk, dia takut
dan terisak. Kemudian Della meneritakan semua kebenarannya dengan isak tangis.
Dia mengaku Edo hanyalah pelarian saat dia kesepian, hatinya masih satu untuk
Stiven. Edo terdiam menyimak penjelasan Della, ada sakit yang terasa dalam dada
Edo, dia kecewa , sedih, dan tidak habis pikir, dia seperti di tusuk jarum,
sakit. Edo bangkit dan menatap lirih kearah Della. Perasan sayang yang ada
bercampur marah saat dia menatap Della.
“ Maafkan aku Do “ ucap Della pelan,
namun Edo sudah pergi meninggalkan Della yang masih diliputi rasa bersalah. Edo
tak banyak berkata setelah kejadian itu Edo lebih banyak menghindar ketika
bertemu Della, mungkin masih ada sakit dalam hatinya dan Della sadar akan hal
itu.
Liburan semester Della memutuskan
untuk ke Bandung, dia sudah sangat kangen dengan keluarganya dan juga Stiven.
Della harus menyiapkan mental untuk mengatakan semuanya pada Stiven, dia tak
mau sebuah hubungan berjalan dengan sebuah kebohongan. Meskipun dia harus
menerima konsekuensi yang ada.
Masih sama ketika rasa itu ada,
bahkan untuk sampai saat ini ketika Stiven berada dihadapannya. Jantungnya berdetak
lebih cepat dari biasanya, yang selalu
dirindukan Della senyum manis dari Stiven, seolah semua terbayar hari ini.
Della sangat menikmati kebersamaannya dengan Stiven, andai waktu bisa berhenti
mungkin Della berharap seperti itu.
Della menarik nafas dalam, mengatur
posisinya agar lebih nyaman, sepertinya sudah saatnya dia jujur pada Stiven,
namun sebelum Della sempat menjelaskan semua stiven tiba- tiba angkat bicara.
“ Maafkan aku Dell,aku tidak bisa
meneruskan hubungan ini lagi” Stiven berucap dengan pelan. Della terkejut mendengarnya,
dia bagaikan disambar petir disiang bolong ketika dia tahu kenyataanya bahwa
selama ini Stiven juga mendua. Della hanya tersenyum kecut mendengarnya. Inikah
sakit yang harus dia rasakan?
No comments:
Post a Comment