Thursday 29 November 2018

[Resensi] W.R Supratman, Pahlawan yang Berjuang Lewat Seni

Dimuat di Analisa Medan , Rabu 7 November 2018


Judul               : Sang Penggesek Biola
Penulis             : Yudhi Herwibowo
Penerbit           : Imania
Cetakan           : Pertama, Juni 2018
Tebal               : vi + 402 halaman
ISBN               : 978-602-7926-41-7
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumna Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

W.R. Supratman merupakan salah satu pahlawan nasional.  Dia dikenal sebagai pencipta lagu Indonesia Raya, yang merupakan lagu kebangsaan Indonesia.   Hanya saja, jasa kepahlawanan W.R Supratman ini tidak terlalu dikenal masyarakat. Dia hanya dikenal sebagai pencipta lagu saja. Padahal ada proses panjang dan berliku  dalam penciptaan lagu Indonesia Raya.  Bahkan dia harus mengorbankan kebebasannya, serta harus siap berhadapan dengan agen-agen PID (Dinas Intelejensi Kepolisian Hindia Belanda).

Buku ini dengan tampilan berupa novel biografi W.R Supratman, akan mengupas lebih detail tentang perjalan hidup serta seluk beluk dan proses yang harus dilalui Supratman dalam menciptakan lagu Indonesia Raya. W.R Supratman lahir di Puworejo. Akan tetapi dia tumbuh besar di Makasar.  Karena sejak ibunya meninggal dunia, dia dirawat oleh Rukiyem, kakaknya. Di sanalah dia belajar bahasa Belanda dan musik.

Namun ketika menginjak usia dewasa, Supratman memutuskan untuk pindah ke Jawa. Semua bermula dari pertemuannya dengan Mr. Schulten dan berbagai surat kabar seperti, Kaum Muda, Sin Po, Perniagaan dan lain sebagainya, yang telah menjadi bacaan sehari-hari Supratman. Dari  sana dia mengetahui tentang keadaan  pergerakan di tanah Hindia –Belada, terutama di pulau Jawa. Dia juga mulai mengenal nama-nama tokoh-tokoh pergerakan seperti, Douwes Dekker, Suwardi Suryaningrat, Abdul Muis dan Dr. Cipto Mangunkusomo (hal 25-26).  Sejak saat itu, hati nuraninya merasa terusik dan terpanggil untuk ikut serta dalam perjuangan Indonesia.

Di Jawa—tepatnya di Bandung,  Supratman memulai karirnya sebagai wartawan di surat kabar Kaum Muda. Lalu pindah ke Batavia dan ikut bekerja di Biro Pers Alpena. Dan terakhir dia memutuskan untuk bekerja di surat kabar Sin Po. Supratman sangat menikmati pekerjaanya. Karena profesi itu membuatnya bisa  memberitakan dan menyebarkan berita-berita tentang gerakan-gerakan pemuda ke seluruh penjuru negeri (hal 140). 

Namun berlalunya waktu, Supratman ingin bisa menyumbang sesuatu yang lebih. Sebagai warga Indonesia, dia juga ingin ikut berjuang meski bukan dalam ranah politik.   Saat itulah dia tiba-tiba memiliki ide untuk membuat sebuah lagu yang sesuai dengan suasana pergerakan. Dia berharap lagu itu bisa menghibur dan memotivasi semangat pergerakan. Dan di antara lagu yang diciptakan Supratman adalah “Indonesia Raya”.

Lagu itu pertama kali dikumandangan pada  bulan Oktober 1928, saat berlangsungnya Kongres Pemuda II.  Sambutan untuk lagu ini sangat luar biasa. Bahkan sejak saat itu, lagu “Indonesia Raya” selalu dikumandangkan apabila ada kongres-kongres politik. Di mana saat mengumandangkan lagi itu, para peserta harus berdiri tegak  dan bersikap hormat. Sedang  lirik lagu Indonesia raya pertama kali disebarkan oleh surat kabar Sin Po, pada edisi Sabtu, 10 November 1928 (hal 285).

Sejak lagu “Indonesia Raya” dikenal oleh masyarakat,  sejak saat itu pula kehidupan Supratman berubah. Dia selalu merasa diikuti dan diintai oleh agen-agen PID Keadaan itu sungguh membuat Supratman tidak nyaman dan harus bersembunyi.  Akan tetapi ternyata Agen PID itu berhasil menemukan Supratman dan memukulinya hingga babak belur. Tidak hanya itu, Supratman juga harus mencicipi masuk dalam bui, karena menciptakan lagu Indonesia Raya serta karena buku karyanya yang dianggap sebagai makar.

Akan tetapi meski harus menghadapi berbagai tantangan dan kekejaman Belanda, Supratman tetap teguh dan tidak goyah.  Meski sempat diancam dan difitnah telah melakukan plagiasi, bahkan jatuh sakit, dia tetap menciptakan berbagai lagu, yang dirasanya bisa memotivasi pemuda  Indonesia untuk terus melakukan pergerakan, guna merebut kemedekaan.

Melalui seni, Supratman  mengekspresikan rasa cinta tanah airnya dan menunjukkan sikap nasionalisme yang tinggi. Dia mengobarkan semangat juang para pemudah Indonesia, lewat lirik lagu yang dia ciptakan.  Sebaimana yang dikatakan Ir. Sukarno, “Kau berjuang dengan biolamu, dengan lagu yang kaugubah, yang alunan nadanya merasuk ke telinga semua orang  dan menggelorakan sanubari.” (hal 282). 

Sayangnya, dia tidak sempat mencecap kemerdekaan, karena dia meninggal  pada tanggal 17 Agustus 1038, karena sakit. Buku ini sangat patut dibaca oleh masyarakat luas, sebagai tambahan wawasan. 

Srobyong, 29 September 2018 

2 comments:

  1. Kak izin pake ya buat tugas bahasa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau untuk tugas lebih baik dikerjakan sendiri. Jangan asal copas, nanti jadi kebiasaan.

      Delete